"Apakah masyarakat memahami pilihan pola konsumsi pakaiannya dapat mempengaruhi lingkungan? " ujar Petty.
Sehingga, tambah dia, masyarakat harus memiliki kesadaran dampak yang akan ditimbulkan terkait pilihannya.
Masyarakat, menurut Petty, harus diberi pemahaman terkait cost per used. Fenomena fast fashion yang mengadopsi tren itu merupakan langkah yang kurang bijaksana.
Diakui dia, thrifting itu bagian dari ekonomi sirkular. Namun, tegas Petty, thrifting yang terjadi di Indonesia saat ini sudah melampaui batas dan mayoritas produknya sampah.
"Fenomena fast fashion akan selalu ada sehingga harus dikelola dengan lebih bertanggung jawab," jelasnya.
Founder & CEO Pable, Aryenda Atma mengungkapkan dengan jumlah penduduk yang lebih dari 200 juta dan memiliki industri fashion yang produktif, Indonesia memproduksi limbah tekstil 2,3 juta ton yang 80%-nya berakhir di tempat pembuangan akhir sampah.
Menurut Aryenda, bila tidak ada rencana aksi sirkular sesegera mungkin, pada 2030 diperkirakan limbah tekstil yang dihasilkan Indonesia bisa mencapai 3,9 juta ton.
Dia mendorong, para pemangku kepentingan segera direalisasikan pemanfaatan material-material yang ramah lingkungan sebagai bahan dasar fashion. Sehingga, jelasnya, limbah pascakonsumsi bisa dengan mudah diolah kembali.
Diakui Aryenda, satu merek fashion multinasional di Indonesia menghasilkan limbah perca 245 ton per bulan.
Pemanfaatan drop box, tegas dia, saat ini belum menjadi solusi dalam proses ekonomi sirkular tekstil, karena masyarakat belum teredukasi dengan baik dalam pengaplikasiannya.
Aryenda menilai, sudah waktunya masyarakat mengedepankan material daur ulang dalam pemilihan fashion.
Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Endang Warsiki mengungkapkan berdasarkan riset yang dilakukannya serat kain itu terdiri dari banyak komposisinya, seperti katun dan polyester, yang bisa dikembalikan ke bentuk semula dengan berbagai cara.
Jadi, ujar Endang, daur ulang kain bisa menghasilkan sejumlah bahan dasar serat kain dengan mengubah bahan polymer menjadi monomer dan mengupayakan menjadi serat yang biodegradable.
Proses mengubah bahan-bahan polymer menjadi monomer, tambah Endang, berpotensi membuka lapangan kerja baru dari berton-ton limbah tekstil.