Pelayanan kesehatan tersebut, jelas dia, dalam bentuk edukasi untuk hidup bersih dan sehat, skrining kesehatan dasar dan hasil skrining dasar itu wajib untuk ditindaklanjuti pemeriksaan lebih rinci.
Vensya menegaskan, pemerintah berkomitmen kuat melakukan transformasi sistem kesehatan dengan mewujudkan layanan kesehatan primer yang lebih dekat dengan masyarakat.
Baca juga: Transformasi Ekonomi dan Urgensi Meningkatkan Kompetensi SDM
Pendiri Center for Ageing Studies, Universitas Indonesia,Tri Budi. W. Rahardjo mengungkapkan pihaknya saat ini mengembangkan sebuah program pendidikan agar pendampingan lansia dilakukan secara utuh dalam rangka mewujudkan lansia yang bermartabat hingga akhir hayat.
Generasi muda saat ini, menurut Tri Budi, juga akan menjadi sasaran pendidikan untuk pendampingan dalam mewujudkan lansia yang bermartabat. Karena, tambah dia, selain jumlah lansia yang berpotensi meningkat, ancaman disabilitas di usia senja juga bertambah.
Menurut Tri Budi, mewujudkan lansia mandiri, sejahtera dan bermartabat itu adalah hak azasi. Hal itu, jelasnya, harus direalisasikan dalam bentuk bagaimana lansia mendapat pelayanan dan terwujudnya peningkatan kelembagaan dalam upaya pendampingan lansia.
Bila pendekatan pelayanan lansia sesuai siklus hidup, tegas Tri Budi, yang harus diperhatikan adalah mengendalikan faktor risiko di setiap siklus kehidupan yang dilalui.
Pada kesempatan itu, pemerhati lansia di komunitas gereja, Agnes Sri Poerbasari mengungkapkan pengalamannya melayani lansia di Paroki Katedral, Jakarta.
Menurut Agnes, lansia itu tersebar dari Sabang sampai Marauke dengan kondisi kesehatan yang beragam. Selain merupakan kewajiban Pemerintah, ujar Agnes, pelayanan kesehatan lansia juga membutuhkan partisipasi masyarakat.
Di wilayah kerjanya, menurut Agnes, pihaknya memberikan bantuan untuk lansia yang tidak mampu secara finansial dan kesehatan. Sehingga pihak gereja, jelas Agnes, secara rutin memberi bantuan uang bulanan dan pemeriksaan kesehatan gratis bekerjasama dengan Puskesmas setempat.
Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi LBH APIK Indonesia, Khotimun Sutanti mengungkapkan lansia rawan mengalami kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-hak dasarnya.
Data Komnas Perempuan pada 2023, ungkap Khotimun, mencatat 191 kasus perempuan lansia mengalami ragam bentuk kekerasan baik fisik maupun psikis, seksual dan ekonomi.
Sebanyak 100 kasus di antaranya, tambah dia, terjadi di ranah domestik yang melibatkan orang dekat dan keluarga. Lansia, jelas Khotimun, juga tidak lepas dari stigmatisasi yang menilai mereka sudah tidak produktif lagi.
Melihat kondisi itu, Khotimun mendorong adanya data terpilah dalam mengidentifikasi kebutuhan bagi para lansia untuk merealisasikan perlindungan yang menyeluruh demi mewujudkan lansia yang bermartabat.
Peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN, Sari Seftiani berpendapat di Indonesia banyak program yang ditujukan untuk melayani lansia, tetapi sangat disayangkan sejumlah program tersebut tidak terintegrasi dengan baik.