Menurut Badri, pertumbuhan ekonomi nasional 50 persen-nya ditopang oleh pertumbuhan di daerah-daerah di Jawa.
Bila daerah di Jawa perekonomiannya hanya tumbuh 5%, tegas Badri, sulit untuk mewujudkan pertumbuhan 8% di tingkat nasional.
Dengan kondisi tersebut, tegas Badri, kepala daerah juga harus bertanggung jawab untuk mewujudkan sejumlah target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang telah ditetapkan.
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, Akhmad Akbar Susamto menilai tantangan ekonomi pemerintahan baru tidak terlalu tinggi atau tidak terlalu rendah.
Akhmad Akbar berpendapat pada 2025 pertumbuhan ekonomi sudah kembali pada kondisi normal di angka 5%.
Namun, ujar dia, angka pertumbuhan itu bukan angka yang ideal untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maju.
Dari sisi tenaga kerja, ujar Ahmad Akbar, saat ini banyak masyarakat bekerja di sektor informal. Lapangan pekerjaan formal belum tersedia seperti dahulu. Karena Indonesia, tegas dia, sejatinya mengalami deindustrialisasi yang parah.
Ahmad Akbar menilai, kemampuan pemerintah untuk memperbaiki kondisi tersebut sangat terbatas. "Ruang fiskal kita sangat sempit. Belum lagi ada janji-janji politik yang harus dipenuhi," tegasnya.
Kabar baiknya, ujar dia, tren kebijakan moneter dunia saat ini menuju pelonggaran pada akhir 2024, sejumlah bank sentral menurunkan suku bunga acuan.
Sehingga, tambah Ahmad Akbar, upaya untuk memperbaiki kondisi perekonomian nasional secara menyeluruh dapat direalisasikan melalui berbagai potensi yang ada.
Anggota DPR RI, Fauzi Amro berpendapat APBN 2025 disusun dengan semangat keberlanjutan dan optimisme, tetapi tetap hati-hati dan waspada terhadap dinamika global.
Menurut Fauzi, program pemerintahan Prabowo yang masuk pada APBN 2025 tercatat berkisar antara Rp115 triliun-Rp120 triliun di masa transisi.
Dia berharap, ada APBN 2025 Perubahan yang membuka peluang untuk memasukkan program-program pemerintahan Prabowo yang belum terakomodasi pada APBN 2025.
Fauzi mengingatkan defisit APBN 2025 senilai Rp616, 1 triliun atau 2,53% harus dijaga. Kebijakan pengajuan utang baru, tambah dia, harus ditujukan untuk hal-hal yang produktif.