TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mengawal implementasi kebijakan pengelolaan Lobster. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya menjaga keberlanjutan pemanfaatan sumber daya lobster bagi pembudidaya, nelayan penangkap dan masyarakat pesisir.
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Tb Haeru Rahayu menegaskan bahwa fokus utama pengaturan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 7/2024 adalah pengelolaan lobster yang berkelanjutan dan memastikan kebermanfaatan sumber daya Benih Bening Lobster (BBL) bagi nelayan kecil, serta pengembangan budidaya lobster di dalam negeri.
“Lahirnya regulasi ini sebagai momentum untuk optimalisasi pengelolaan lobster di Indonesia. Sekaligus mendorong berkembangnya budidaya lobster di Indonesia, salah satunya melalui proses alih teknologi budidaya lobster dengan mengundang investor atau pelaku usaha yang mempunyai pengalaman dan reputasi yang hebat dalam melakukan pembudidayaan lobster,” jelas Dirjen Tebe pada Temu Stakeholder Pengelolaan Pembudidayaan Lobster di Mataram beberapa waktu lalu.
Senada dengan Tebe, Sekretaris Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya, Gemi Triastutik mewakili Dirjen Tebe, membuka kegiatan Temu Stakeholder menyampaikan pentingnya regulasi ini adalah untuk mendorong berkembangnya budidaya lobster di Indonesia, dengan dukungan implementasi teknologi budidaya lobster yang telah dikembangkan di luar negeri.
“Dalam implementasi regulasi tata kelola lobster di Indonesia yang terbaru ini, diperlukan dukungan dan sinergi baik dari pelaku usaha perikanan, Pemerintah Daerah dan swasta. Tak kalah penting juga, dukungan dan pengawalan dari kementerian/lembaga terkait seperti dari Badan Karantina Indonesia, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Kementerian Perdagangan,”papar Gemi.
Gemi juga menyampikan harapannya agar Temu stakeholder pengelolaan pembudidayan lobster dapat mendorong implementasi regulasi tata kelola lobster yang terbaru ini berjalan dengan maksimal, baik dari sisi penangkapan BBL, pembudidayaan lobster, hingga sistem pengawasan pemanfaatan crustacea laut tersebut.
“Momen ini sebagai wadah untuk berkoordinasi dan memperkuat komunikasi antar seluruh pemangku kepentingan dalam tata kelola lobster. Manfaatkan acara temu stakeholder ini dengan sebaik mungkin agar tujuan kita bersama tercapai yakni peningkatan kesejateraan nelayan, pembudidaya dan masyarakat,” harap Gemi.
Sementara itu, Kepala BLU Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo, Boyun menyampaikan bahwa dalam implementasi pengelolaan BBL saat ini. BLU mendapatkan BBL dari nelayan kecil terdaftar dalam koperasi/KUB berbadan hukum dan memenuhi persyaratan teknis seperti Surat Keterangan Asal (SKA) dari Dinas Kabupaten dan Surat Keterangan Sehat dari yang berwenang. BLU DJPB juga hanya dapat bekerjasama dengan Koperasi/KUB yang telah memiliki kuota penangkapan BBL.
“Kami juga memastikan BBL yang diperoleh dari Nelayan atau Koperasi/KUB ini sudah memenuhi ketentuan tersebut” beber Boyun.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB, Muslim sangat mengapresiasi kegiatan Temu stakeholder ini. Harapannya regulasi tata kelola lobster yang baru dirilis ini bisa membawa angin segar dalam pengelolaan lobster di Indonesia. Memberikan gambaran secara utuh dan detail dalam pengelolaan lobster mulai dari penangkapan, pembudidayaan, hingga pemasarannya.
“Semoga bisa menjadi wadah komunikasi stakeholder dalam pengelolaan lobster, sehingga tidak terjadi permasalahan dalam pengelolaan lobster yang bisa berakibat terkena sanksi. Namun diharapkan bisa terwujud harapan kita semua yaitu meningkatnya kesejahteraan nelayan dan pembudidaya lobster, serta pengembangan pembudidayaan lobster,” tandas Muslim.
Baca juga: APA 2024: Maruf Amin Ajak Kembangkan Budi Daya Perikanan Berbasis Ekonomi Biru
Sementara Mahrup, perwakilan dari Koperasi Buwun Raden Kukuh di Lombok Tengah, NTB berterima kasih sekali kepada KKP atas diterbitkannya regulasi tata kelola lobster yang terbaru ini. Para nelayan di NTB, khususnya di Lombok Tengah sangat terbantu sekali dalam meningkatkan perekonomian.
“Terbitnya Peraturan Menteri 17 tahun 2024 ini, sangat membantu sekali. Saat ini kami bahagia sekali dan bergembira, menangkap kemudian dijual bisa melalui KUB, sehingga jelas dan transparan. Sekali lagi, kami mengucapkan terima kasih sekali lagi kepada KKP,” terang Mahrup.
Sebagai informasi, dalam rangka memperkuat implementasi pengelolaan BBL pasca terbitnya Peraturan Menteri KP nomor 7 tahun 2024, KKP melaksanakan Temu Stakeholder Pengelolaan Pembudidayaan Lobster di Mataram, Provinsi NTB. Materi kegiatan Temu Stakeholder sangat komprehensif, selain terkait pembudidayaan lobster, disampaikan juga antara lain terkait Sosialisasi Peraturan Menteri KP nomor 7 tahun 2024 dari Biro Hukum, Mekanisme Penetapan Kuota Tangkap BBL dari Ditjen Perikanan Tangkap, Implementasi Keputusan Menteri KP nomor 28 tahun 2024 tentang Harga Patokan Terendah BBL dari Ditjen PDSPKP, Standar Prosedur Operasional Pengiriman BBL dari Badan Karantina Indonesia, Perizinan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut dan Tata Cara Restocking BBL dari Ditjen PKRL, dan Pengawasan pada implementasi Peraturan Menteri KP nomor 7 tahun 2024 dari Ditjen PSDKP. Kegiatan ini dihadiri oleh para stakeholder perikanan lobster seperti Pemerintah Daerah, UPT KKP terkait, nelayan, Koperasi/KUB.
Baca juga: KKP Berhasil Tingkatkan Pendapatan Pembudidaya di Semester I-2024