TRIBUNNEWS.COM - Di bawah kepemimpinan Penjabat (Pj.) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus berupaya dalam menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH), melalui program pertanian perkotaan atau urban farming.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) Provinsi DKI Jakarta Suharini Eliawati menyatakan, program urban farming ini dihadirkan sebagai solusi mengatasi keterbatasan lahan di Jakarta. Selain untuk menambah RTH, program ini juga untuk mewujudkan ketahanan pangan dan mendukung pengendalian inflasi.
“Konsep urban farming adalah mengintensifkan lahan sempit dengan pendekatan pertanian vertikal, pemanfaatan ruang, atap dan dinding bangunan, pekarangan, gang, dan lain-lain,” ucapnya saat dikonfirmasi.
Eli menjelaskan, model pengembangan urban farming di Jakarta berbasis ruang, terpadu dari hulu sampai hilir, penggunaan teknologi hemat lahan, pengaplikasian smart farming, serta pemberdayaan individu dan kelompok tani atau komunitas pertanian perkotaan.
Kegiatan urban farming ini didukung Perangkat Daerah lainnya, termasuk wali kota, dengan menanam pohon di setiap wilayah kecamatan, kelurahan, hingga tingkat Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT).
Urban farming dilakukan dengan memanfaatkan lahan-lahan yang belum difungsikan secara maksimal, dari pekarangan, gang atau permukiman, lahan kosong, lahan fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos fasum), hingga Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA).
Baca juga: Komitmen Perangi Gizi Buruk, Pj. Gubernur Heru Targetkan Stunting Turun Jadi 13,2 Persen pada 2024
“Aktivitas urban farming ini juga dilakukan di rumah susun, sekolah, perkantoran, serta lembaga keagamaan, seperti pondok pesantren dan rumah ibadah,” ujarnya.
Progam urban farming yang sudah dijalankan dalam beberapa tahun terakhir ini sudah membuahkan hasil. Dinas KPKP Provinsi DKI Jakarta mencatat, pada 2023 lalu hasil panen urban farming untuk tanaman hortikultura, seperti sayuran, buah-buahan, dan tanaman buah, mencapai 80.834,64 ton. Sedangkan hasil panen untuk tanaman pangan mencapai 1.326,41 ton.
Pada 2024 ini, Dinas KPKP Provinsi DKI Jakarta menargetkan hasil panen urban farming untuk tanaman hortikultura bisa mencapai 82.855,64 ton dan tanaman pangan 1.359,57 ton. Untuk memenuhi target tersebut, Dinas KPKP telah menyediakan 75.000 bibit pohon buah-buahan dan 25.000.000 bibit sayuran, termasuk tanaman cabai.
Pelaksanaan urban farming di lahan-lahan kosong milik Pemprov DKI Jakarta ini banyak manfaatnya. Pertama,memperkuat ketahanan pangan, karena bisa menjadi sumber pangan bagi warga sekitar. Kedua, lingkungan menjadi lebih asri, estetik, hijau, mampu menurunkan suhu, menyerap emisi gas, serta mengurangi polusi udara.
Ketiga, dari segi ekonomi, dapat membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, menumbuhkan usaha baru berbasis pertanian, mengurangi pengeluaran rumah tangga, serta meningkatkan pendapatan masyarakat. Keempat, dapat menjadi ruang ketiga masyarakat, tempat berkumpul dan beraktivitas yang produktif, sekaligus meningkatkan kerukunan serta kekompakan masyarakat, karena biasanyanya dilakukan secara berkelompok dan melibatkan masyarakat di sekitar lahan.
“Urban farming juga sebagai wujud dukungan program pengendalian inflasi daerah dan penanganan stunting dengan penanaman tanaman sayur serta buah-buahan. Selain itu, membantu pengamanan aset milik Pemprov DKI Jakarta, agar tidak dikuasai oleh pihak lain,” tutur Eli.
Dari survei Dinas KPKP Provinsi DKI Jakarta terhadap masyarakat terkait urban farming, mayoritas merespons positif. Dari 327 responden, sebanyak 83,49 persen menyatakan, urban farming menambah estetik atau keindahan lingkungan. Kemudian, 74,62 persen menyatakan, kegiatan ini mampu mengurangi biaya belanja rumah tangga, lantaran hasil panennya biasa dibagikan kepada warga sekitar.
Baca juga: Tak Hanya Penataan Infrastruktur, Heru Fokus Tangani Ketimpangan Warga di Jakarta
Selanjutnya, sebanyak 63 persen responden mengungkapkan, urban farming dapat menambah pendapatan rumah tangga dan menambah peluang pekerjaan. Kemudian, 89,3 persen mengaku, urban farming bisa meningkatkan ketahanan pangan keluarga.
“Sebanyak 86,24 persen responden juga menyatakan, urban farming menumbuhkan usaha baru berbasis pertanian, 98,7 persen menyatakan urban farming meningkatkan kerukunan dan kekompakan dalam masyarakat, serta 97,86 persen menyatakan program urban farming ini dapat mengurangi polusi di lingkungan sekitar,” kata Eli.
Ia menambahkan, program urban farming ini terbukti efektif pula dalam pengendalian inflasi di Jakarta. Adapun pengendalian inflasi dilakukan melalui langkah 4K, yaitu keterjangkauan harga, menjaga ketersediaan pasokan, menjamin kelancaran distribusi dan meningkatkan komunikasi efektif. Dari keempat langkah tersebut, kegiatan urban farming termasuk dalam kategori menjaga ketersediaan pasokan.
Biasanya, komoditas yang ditanam dalam program urban farming merupakan tanaman sayuran cepat panen, seperti bayam, kangkung, caisim, cabai, tomat, serta bawah merah. Kemudian, tanaman obat keluarga, tanaman buah-buahan, dan cabai, sebagai salah satu komoditas penyumbang inflasi.
“Hasil panen selain dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, juga dijual dan dibagikan kepada masyarakat lainnya. Hal ini tentu memberikan dampak positif terhadap stabilitas ketersediaan pasokan serta harga pangan di Jakarta, khususnya untuk komoditas cabai dan bawang yang merupakan komoditas penyumbang inflasi,” jelasnya.
Program urban farming yang dijalankan Pemprov DKI Jakarta ini pun diapresiasi pengamat perkotaan, Yayat Supriatna. Kendati banyak manfaat yang bisa dirasakan masyarakat lewat program tersebut, ia mewanti-wanti Pemprov DKI Jakarta untuk tetap konsisten dalam menjalankan program ini.
“Kadang kita itu masalahnya terkait keberlanjutan. Menanam sih gampang, tapi merawatnya yang sulit,” terangnya.
Oleh karena itu, ia memberi masukan kepada pemerintah daerah untuk memperkuat basis komunitas yang fokus pada kegiatan urban farming. Apalagi, Yayat menilai, saat ini masyarakat lebih memilih kegiatan komersial yang bisa mendatangkan keuntungan.
“Catatan saya, ini perlu penguatan komunitas. Walaupun ada PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) dan Karang Taruna, kalau enggak ada anggotanya gimana? Nanti ujung-ujungnya kasihan kalau petugas lagi yang harus kerja,” ungkapnya.
Untuk menarik minat masyarakat, pengajar di Universitas Trisakti ini pun menyarankan Pemprov DKI Jakarta, supaya menambah unsur komersial dalam program tersebut.
“Ini bisa juga digabungkan dengan unsur komersial biar mereka juga semangat, karena ada pemasukan dari mengerjakan ini,” papar Yayat.
Baca juga: Pj. Gubernur Heru: Jakarta Food Festival 2024 Upaya Stabilkan Pasokan dan Harga Pangan