Bahan-bahan yang ia eksplor kali ini adalah lace, beludru, dan bahan-bahan sheer.
Semuanya hadir dalam pilihan palet warna-warna bold seperti merah, biru neon, dan hitam serta warna lembut seperti nude dan putih.
Look dan siluet busana yang hadir kebanyakan sebetulnya sudah cukuk umum seperti strapless mini dress dalam berbagai pilihan warna.
Beberapa look juga tampak agak berat, tidak berkesan simpel, dan mungkin kurang wearable bagi mereka masyarakat urban yang dituntut untuk tampil fleksibel dan dinamis. Misal mini dress bervolume yang berhiaskan bunga-bungaan.
Tapi untuk yang satu ini, memang ia tujukan bagi beberapa segmen pelanggan yang ingin tampil eksklusif dan glamor.
Di luar itu, kekuatan detail dan kepiawaiannya dalam mengolah bahan menjadi nilai plus dalam koleksinya ini.
Misal, Windy membakar bahan tille untuk memunculkan efek tiga dimensi bunga. Selain itu ia menyerut bahan sifon putih sehingga bentuknya menyerupai bulu angsa.
Di tengah siluet umum tadi, Windy menghadirkan pilihan busana yang berkarakter dan unik. Seperti celana jodhpur satin yang dipadukan dengan sheer sleeveless blouse hitam dan luaran silver persegi nan glamor.
Dengan kreativitasnya itu, bukan tidak mungkin suatu saat Windy akan menjadi desainer muda Indonesia yang terus diperhitungkan.
Untuk menuju impiannya sebagai pengarah tren mode Nusantara, ada baiknya Windy berekspansi ke pasar yang lebih luas.
Ia hatis keluar dari zona nyaman dengan mendesain busana-busana ready to wear yang dapat diterima pasar yang lebih luas.
Modalnya sudah ada. Selain kreativitas, ia juga memiliki personalitas yang kuat dan kerendahan hati untuk selalu belajar.
Malam itu, personalitas Windy semakin kuat. Peragaan busana ditutup dengan acara pelelangan busana rancangannya yang hasilnya akan disumbangkan untuk Yayasan Tangan Pengharapan.