Suara anak-anak disana sangat khas sehingga memancing wisatawan untuk berkunjung melihat-lihat cinderamata yang ditawarkan.
Mereka pun tampak terampil dan cekatan melayani para pembeli. Untuk urusan tawar menawar dengan pembeli pun bisa mereka lakukan.
"Gantungan kuncinya Rp 10.000 pak," kata anak itu. Sang turis pun menawar setengah harga Rp 5.000 untuk satu gantungan kunci. Namun anak perempuan itu tidak sepakat dengan harga tersebut.
"Rp 5.000 itu terlalu murah, tidak bisa. Naikkan sedikit lagi," kata sang anak.
Melihat reaksi sang anak, membuat wisatawan merasa kagum dengan anak tersebut. Akhirnya wisatawan itu membeli gantungan kunci yang ditawarkan.
"Kamu masih kecil pintar sekali jualannya," kata turis tersebut.
Menanggapi pujian dari turis, anak itu pun hanya tersenyum simpul. Melihat cinderamata perempuan kecil itu laku, maka anak remaja di sebelahnya pun merayu kembali sang turis.
"Ayo pak, beli disini juga, biar rata. Tidak beli di satu tempat, buat oleh-oleh," ujar remaja yang masih mengenakan seragam SD itu.
Pemandangan dan situasi seperti itu akan banyak ditemui selama berkeliling di Dusun Sade, dusun tertua yang dibangun tahun 1079, dan kini berusia 935 tahun.
Warga di dusun ini juga sudah menekmati listrik. Namun mereka tetap pula melestarikan tradisi budaya mereka seperti bangunan rumah, adat istiadat, hingga tarian adat.
Luas Dusun Sade yakni sekitar 5 hektar dan dihuni oleh 152 kepala keluarga. Dimana satu rumah hanya boleh dihuni oleh satu kepala keluarga. Total penduduk ada 700 orang.
Sehingga apabila ada warga Dusun Sade yang menikah mereka harus membangun rumah di luar Dusun Sade. Rumah-rumah di dusun ini terbuat dari bambu dan kayu kemudian atap bangunannya terbuat dari bahan jerami.
Setiap rumah di Dusun Sade terbagi menjadi dua bagian. Bagian depan untuk tidur kaum pria. Sementara bagian dalam yang harus melalui dua atau tiga anak tangga menuju bagian atas berisi dapur, lumbung dan tempat tidur perempuan.
Lantai rumah warga Sasak di Dusun Sade terbuat dari tanah liat. Untuk membersihkannya, warga menggunakan kotoran kerbau yang dioleskan ke lantai sebanyak seminggu sekali.