Hindari mendidik anak dengan cara ekstrim dan otoriter.
TRIBUNNEWS.COM - Membesarkan anak bukanlah persoalan gampang. Sebagian besar pola asuh yang diterapkan orangtua datang dari pengalaman pribadi yang mereka alami sewaktu kecil. Makanya, tak sedikit suami dan istri yang memiliki pola asuh berbeda saat membesarkan buah hatinya. Pola asuh yang berbeda antara suami dan istri terkadang berujung pada konflik. Namun lebih jauh lagi, ini bisa memunculkan kebingungan di benak anak mengenai apa yang harus ia perbuat, bagaimana sebaiknya ia bertindak, hingga aturan mana yang sebetulnya dikenakan padanya.
Oleh karena itu, orangtua sebaiknya mengakomodasi kebutuhan anak dan memberikan toleransi perbedaan dengan mengubah beberapa kebiasaan menjadi pola asuh yang tepat bagi buah hati. Secara garis besar, ada tiga gaya pola asuh , yakni otoriter, permisif, dan demokratis.
1. Pola Asuh Otoriter
Orangtua yang otoriter memiliki kontrol penuh atas segala hal yang berkaitan dengan anak-anak mereka. Tak jarang, mereka menerapkan aturan-aturan yang ketat. Bahkan bisa saja, anak-anak dari orangtua yang otoriter tidak tahu kenapa aturan itu harus ada.
Orangtua otoriter lebih banyak menerapkan hukuman dibanding memberikan penguatan positif terhadap perilaku “salah” anak. Pola asuh ini memang cukup efektif untuk sementara waktu, akan tetapi ia tidak akan membuat anak langsung memahami mana yang benar dan mana yang salah.
2. Pola Asuh Permisif
Orangtua yang permisif akan membiarkan anak-anak mereka memiliki kontrol terhadap dirinya sendiri. Akibatnya, orangtua acapkali menemukan kesulitan untuk menetapkan aturan-aturan, misalnya yang berkaitan dengan rutinitas.
Anak-anak biasanya juga diperbolehkan membuat pilihan sendiri, bahkan meski anak-anak tersebut tidak selalu mampu bersikap baik dan membuat keputusan yang bertanggung jawab. Akibat lebih jauh, orangtua yang permisif mungkin akan merasa bingung mencari cara untuk mengontrol anak-anaknya, sehingga malah membiarkan anaknya terus berperilaku negatif.
3. Pola Asuh Demokratis
Orangtua yang demokratis akan menjaga keseimbangan antara pola asuh otoriter dan pola asuh permisif. Mereka akan memastikan Sang Buah Hati tahu dan paham apa yang mereka harapkan.
Fokus mereka lebih pada penguatan positif untuk perilaku yang baik, ketimbang semata menghukum anak. Hukuman lebih bersifat memberi kesempatan belajar yang memungkinkan anak memahami kenapa perilaku mereka tidak diinginkan oleh orangtua. (Hasto Prianggoro)