Karena itu, untuk mendapatkan warna pucat seperti yang diinginkan, ia mesti beberapa kali melalui proses bleaching.
Sejauh ini, ia tidak terlalu merasakan dampak negatif bleaching.
Rambutnya kadang memang agak kasar, namun ia yakin itu bukan semata karena bleaching melainkan banyak lagi proses kimia yang ia lakukan, termasuk sering berganti-ganti warna.
"Saya melakukan perawatan ekstra untuk menjaga kesehatan rambut. Kalau keramas wajib pakai kondisioner agar kelembaban rambut terjaga. Setelahnya, kulit kepala diberi tonik. Saya juga rutin hair spa di salon, sebulan sekali," kata Velicia.
Jika Velicia tak terlalu merasakan dampak buruk bleaching, lain lagi yang dirasakan mahasiswi Akuntasi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Retno Pancasari.
Ia mengatakan, akibat bleaching, rambutnya jadi kusam, kasar dan rapuh.
Gadis asli Blora ini melakukan bleaching bersama teman-teman kost.
Mereka membeli bubuk bleching dan peroksida kemudian saling membantu mengaplikasikan campuran bahan tersebut di rambut masing-masing.
"Banyak teman saya yang bleaching mandiri, tidak ke salon. Kalau saya sekarang tidak mau lagi. Baik itu bleaching mandiri maupun di salon. Takut rambut tambah rusak," ujarnya.
Saat ini, Retno berusaha memulihkan kondisi rambut yang rusak. Ia juga ingin rambutnya yang kini berwarna agak keemasan kembali ke hitam sesuai warna asli. Sayangnya, ia harus menunggu lama.
"Katanya sih tunggu sampai rambut numbuh lagi. Mau diwarna gelap juga belum berani. Takut tambah rusak," katanya. (*)