TRIBUNNEWS.OCM, SEMARANG - Kedua bola mata Maria Magdalena Endang Sri Lestari berkaca-kaca saat melihat kondisi seorang anak balita sebut saja Budi yang kurus kering
Lena, begitu dia akrap disapa, langsung tergerak mengetahui Budi mendapat diskriminasi di lingkungan tempat tinggal, tidak ada kawan, serta tidak bisa sekolah.
"Mereka itu hanya korban jadi seharusnya jangan ada diskriminasi karena mengidap HIV-AIDS. Mereka punya hak layaknya anak normal lain, saat itu saya bertekad untuk mendampingi anak penderita HIV AIDS bisa hidup normal," ucap Lena.
Tidak hanya Budi, mata Lena semakin terbuka saat sering membantu even PKBI Kota Semarang.
Ternyata masih banyak anak senasib dengan Budi yang kondisinya terus memburuk bahkan ada yang meninggal.
Lena merasa terpanggil untuk membantu anak-anak pengidap HIV/AIDS untuk mendirikan rumah singgah dan panti asuhan khusus untuk anak terinfeksi HIV/AIDS.
Keputusan Lena semakin bulat tatkala melihat penghuni Rumah Singgah Lentera Solo yang bisa menjalani hidup normal tanpa diskriminasi.
Apalagi, senyum anak-anak Odha di rumah singgah tersetbut terus mengembang seolah mengisyaratkan kebahagiaan.
Niat Lena diuji saat sahabat dan keluarga mulai meninggalkannya ketika mengetahui Lena aktif dan sering bertemu anak penderita Odha.
Meski demikian, tekad Lena tidak luntur, bahkan dia membawa seorang anak penderita Odha untuk tinggal di rumahnya.
"Sebaliknya, anak-anak saya mendukung apa yang saya lakukan bahkan ikut menyayangi Beni (bukan nama sebenarnya) sebagai adiknya, itu yang membuat saya tetap semangat mendirikan rumah singgah walau sahabat dan keluarga besar menjauh saat itu," terang Lena.
Tidak mudah mendirikan rumah singgah untuk anak-anak yang mengidap HIV/AIDS.
Lena aktif memberikan penyuluhan di lingkungan sekitar.Stigma negatif Odha terus melekat dan sulit hilang.
Menurutnya, masyarakat masih mengganggap bahwa HIV/AIDS merupakan penyakit yang memalukan sehingga penderita selalu dikucilkan.
Pelan tapi pasti, Lena mulai mendirikan Rumah Lentera di Jalan Kaba Timur No 5 RT 9/ RW 13, Tandang, Tembalang satu tahun lalu. Saat ini sudah ada enam penghuni rumah singgah.
Pegawai RS Santa Elisabeth ini menyadari tidak mudah merawat anak penderita Odha.
Saat pertama kali masuk rumah singgah kondisi mereka cukup memprihatinkan, rasa takut dan kurang percaya diri melekat pada anak Odha.
Butuh ketelatenan dan kesabaran untuk merawat anak-anak penderita Odha agar bisa tumbuh dan berkembang layaknya anak normal lain.
Walau sudah berdiri, Lena harus menghadapi beragam hinaan yang dia terima dengan lapang dada.
Ya, hampir tiap hari, Lena mendengar bahwa dia memanfaatkan anak penderita HIV/AIDS untuk mencari dana.
Ibarat anjing menggonggong kafilah berlalu, meski belum ada penyokong dana tetap,
Lena berusaha berjuang untuk memberikan pelayanan bagi anak asuh. Lena tidak segan menggunakan sebagian besar gaji untuk memenuhi kebutuhan anak asuh.
Bahkan Lena berencana ingin memasukkan anak asuh ke sekolah umum.
Namun, bila kerjasama tersebut tidak berjalan lancar maka akan menerapkan home scholing nantinya.
"Ada yang bilang jual anak lah, modus tetapi orang akan tahu yang tulus sama modus jelas berbeda. Saya tidak berani simpangkan amanah dan kepercayaan masyarakat, ini bukan lembaga komersil, " tegas Lena.
Lena berharap agar masyarakat menerima anak penderita HIV/AIDS dengan tulus.
Pintu Rumah Singgah Lentera juga selalu terbuka 24 jam bagi anak penderita HIV/AIDS sehingga dapat memutus mata rantai.
"Keluarga besar dan lingkungan sekitar saat ini sudah mendukung jalan saya, masyarakat juga semakin peduli, apapun akan saya lakukan untuk anak-anak pengidap HIV/AIDS, mereka hanya korban yang punya impian dan masa depan, "terang Lena.
Kepedulian sosial Lena dinilai sangat menginspirasi. Sehingga, beberapa waktu lalu Lembaga Prestasi Indonesia.
Dunia (LEPRID) menganugerahkan penghargaan kepada Lena dan pengurus Lentera atas aksi sosial pendirian rumah singgah dan panti asuhan khusus anak-anak terinfeksi HIV /AIDS. (Dini Suciatiningrum)