TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA – Kota Surabaya Jawa Timur menjadi penutup rangkaian Nutritalk 'Early Life Nutrition: Dasar-dasar dan Pedoman Praktis Optimalisasi Tumbuh Kembang Anak dengan Alergi Protein Susu Sapi' yang digelar PT Sarihusada Generasi Mahardika.
Rangkaian diskusi kesehatan dan gizi Nutritalk dimulai dari kota Medan yang mewakili Pulau Sumatera, kemudian berlanjut ke Jakarta dan Surabaya sebagai kota penutup Nutritalk. Nutritalk menghadirkan pembicara yang kompeten dibidangnya diikuti oleh Wartawan, blogger dan pemerhati kesehatan serta masyarakat.
Anak-anak dengan faktor risiko tidak toleran terhadap protein susu sapi memerlukan upaya penanganan sejak dini untuk optimalisasi tumbuh-kembang anak dan pencegahan dampak jangka panjang.
"Semoga diskusi ini bermanfaat bagi warga Jawa Timur dan sekitarnya dan juga bagi masyarakat Indonesia umumnya," ujar Healtcare Nutrition Director Sarihusada saat membuka Nutritalk di Hotel JW Mariott Surabaya, Kamis (31/3/2016).
Salah satu upaya penanganan sejak dini yang paling penting adalah pemberian nutrisi awal kehidupan yang tepat, yaitu nutrisi yang mudah dicerna dan well toletared bagi anak-anak yang tidak toleran terhadap protein susu sapi. bagi anak yang telah terkena alergi dibutuhkan nutrisi yang dapat menekan sensitisasi (tingkat alergi), aman, dan dapat memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.
“Anak-anak dengan kedua orang tua memiliki riwayat alergi memiliki risiko alergi sebesar 40%-60%. Risiko ini lebih besar lagi pada anak-anak dengan kedua orang tua yang memiliki riwayat alergi dan manifestasi sama, yaitu sebesar 60%-80%," urai pembicara ahli DR. Dr. Anang Endaryanto, SpA(K), Ahli Alergi Imunologi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga RSU Dr. Soetomo dalam pemaparannya.
Anak dengan salah satu orang tua memiliki riwayat alergi berisiko mengalami alergi sebesar 20%-30%.
Jika saudara memiliki riwayat alergi, anak berisiko mengalami alergi sebesar 25%-30%. Bahkan anak dengan orang tua yang tidak memiliki riwayat alergi pun berisiko mengalami alergi sebesar 5%-15%.
“Sebesar apapun risiko alergi yang dimiliki anak, penanganan sedini mungkin perlu ditempuh, sehingga anak terhindar dari dampak jangka panjang alergi dan tumbuh kembang tidak terhambat. Penanganan tersebut adalah mengenal gejala alergi, alergen pemicu, dan memantau asupan nutrisi,” papar DR. Dr. Anang Endaryanto, SpA(K).
DR. Dr. Anang Endaryanto, SpA(K) menjelaskan bahwa penyakit alergi timbul karena sistem imun anak memiliki sensitivitas yang berlebihan terhadap protein asing yang bagi individu lain tidak berbahaya.
Anak-anak dengan risiko alergi protein susu sapi akan memberikan reaksi abnormal terhadap asupan nutrisi yang mengandung protein susu sapi karena interaksi antara satu atau lebih protein susu dengan satu atau lebih mekanisme kekebalan tubuh.
Hal senada juga diungkapkan DR. Dr. Ahmad Suryawan, SpA(K), Ketua Divisi Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo, dalam pemaparannya nutrisi dan stimulasi adalah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam membentuk kecerdasan anak pada masa tumbuh kembang dan bagian pengasuhan yang dilakukan oleh orangtua.
"Kedua faktor ini harus diperhatikan dengan baik di periode sensitif terutama di masa kristis yang terjadi sejak dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun. Pada masa ini anak harus diberikan nutrisi yang tepat,” ujarnya.
Nutrisi yang tepat adalah nutrisi yang dapat mendukung tumbuh kembang optimal, namun harus dapat ditoleransi oleh anak sesuai kondisi dan kebutuhan pada setiap tahapan usia.
Pada awal kehidupan ada asupan nutrisi tertentu, yang sebenarnya mengandung gizi yang dibutuhkan untuk mendukung tumbuh-kembang yang optimal, namun tidak bisa ditoleransi oleh anak-anak dengan risiko alergi.
“Dibutuhkan intervensi nutrisi yang tepat bagi anak-anak dengan risiko tidak toleran terhadap protein susu sapi, sehingga anak terhindar dari alergen pemicu, tapi tetap memperoleh nutrisi yang dibutuhkan untuk mendukung tumbuh kembang yang optimal. Intervensi nutrisi yang dapat dilakukan terhadap anak-anak dengan risiko tidak toleran terhadap protein susu sapi salah satunya adalah pemberian nutrisi dengan protein terhidrolisasi parsial,” jelas DR. Dr. Ahmad Suryawan, SpA(K).
DR. Dr. Anang Endaryanto, SpA(K) menjelaskan, “Protein terhidrolisis parsial adalah sebuah hasil dari teknologi yang memotong panjang rantai protein menjadi lebih pendek dan memperkecil ukuran massa molekul protein sehingga protein akan lebih mudah dicerna dan diterima oleh anak.”
Teknologi ini memungkinkan anak yang tidak toleran terhadap protein susu sapi, dapat tetap memperoleh nutrisi dengan asupan protein yang dibutuhkan untuk mendukung tercapainya pertumbuhan yang optimal.
Dengan rantai yang lebih pendek dan ukuran massa molekul yang lebih kecil, tidak berarti kandungan nutrisi protein terhidrolisis parsial berkurang. Sebaliknya rantai yang lebih pendek dan ukuran massa molekul yang lebih kecil memudahkan nutrisi yang dikandung dicerna dan diserap.
“Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan pemberian nutrisi dengan protein terhidrolisis parsial sebagai salah satu langkah praktis dalam upaya intervensi nutrisi bagi anak dengan faktor risiko tidak toleran protein susu sapi, karena proteinnya lebih mudah dicerna dan diterima oleh anak. Adapun langkah lainnya adalah berupa pencegahan untuk anak yang telah terpajan alergen dan pencegahan untuk anak yang sudah terkena dampak lainnya dari alergi, dengan tujuan agar reaksi alergi tidak berulang, bertambah berat, maupun tidak terbawa sampai dewasa,” kata DR. Dr. Anang Endaryanto, SpA(K).
DR. Dr. Anang Endaryanto, SpA(K) melanjutkan, berdasarkan studi di Filipina, pemberian susu hidolisis parsial terlihat dapat menurunkan resiko secara substansial terjadinya
"Dermatitis Atopik (Eksim) dan berkaitan baik langsung maupun tidak langsung terhadap biaya kesehatan bayi yang beresiko.” kata DR. Dr. Anang Endaryanto, SpA(K).
Untuk anak-anak yang memiliki risiko tidak toleran terhadap susu sapi, intervensi nutrisi dapat dilakukan berupa pemberian nutrisi dengan protein terhidrolisasi parsial.
Namun apabila anak telah untolerant terhadap protein susu sapi, maka nutrisi dengan protein terhidrolis parsial sudah tidak efektif digunakan. Menurut DR. Dr. Anang Endaryanto, SpA(K), salah satu alternatif pemberian nutrisi yang efektif bagi anak-anak yang mengalami alergi protein susu sapi adalah formula dengan isolat protein kedelai.
“Sejumlah penelitian telah membuktikan bahwa pola pertumbuhan, kesehatan tulang dan fungsi metabolisme, fungsi reproduksi, endokrin, imunitas, dan sistem saraf dari anak-anak pengkonsumsi formula dengan isolat protein kedelai tidak berbeda secara signifikan dengan anak-anak yang mengkonsumsi susu sapi,” ujar DR. Dr. Anang Endaryanto, SpA(K).
DR. Dr. Anang Endaryanto, SpA(K) menambahkan, tidak saja menjadi opsi yang terjangkau, formula dengan isolat protein kedelai dapat djadikan pilihan yang aman bagi anak dengan alergi protein susu sapi, karena dapat ditoleransi dengan baik.
“Selain itu, di Indonesia formula kedelai merupakan asupan yang disukai karena rasanya yang enak,” ujar DR. Dr. Anang Endaryanto, SpA(K).