TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Acara tahunan Kaspersky Lab Cyber Security Weekend bagi negara-negara Asia Pasifik yang baru-baru ini berlangsung di Bali, Indonesia.
Ini mengumpulkan para profesional dari industri TI dan media dengan tujuan meningkatkan kesadaran terhadap isu-isu mengenai keamanan cyber, mengekspos ancaman TI yang saat ini mempengaruhi wilayah tersebut serta berbagi saran untuk meringankan ancaman tersebut.
Perhatian khusus difokuskan pada ancaman keuangan yang meningkat secara global di kawasan APAC, yang beresiko tinggi baik terhadap organisasi maupun perseorangan.
Director of Global Research & Analysis Team Kaspersky Lab untuk APAC, Vitaly Kamluk mengatakan Kaspersky Lab percaya bahwa pemahaman terhadap serangan komputer sangat penting untuk mencegah insiden tersebut.
"Kami mencurahkan seluruh waktu kami untuk menganalisis, mengelompokkan dan menyelidiki secara hati-hati serangan yang berkembang secara luas dalam jumlah, keragaman dan kompleksitas. Dengan dukungan dari para tamu pada acara ini, kami berharap dapat berbagi pengetahuan serta keahlian kami bagi semua orang yang membutuhkannya, meningkatkan kesadaran orang lain dan membuat dunia ini menjadi tempat yang aman. Rahasia dan data pribadi, keuangan dan reputasi organisasi serta pengguna rumahan dapat dijamin dengan sikap mereka yang bertanggung jawab terhadap IT, solusi keamanan yang kuat dan kemauan untuk belajar lebih banyak," ujar Vitaly Kamluk.
Pada acara Kaspersky Security Network (KSN), statistik layanan cloud pada Juli - September 2016 menunjukkan bahwa di beberapa negara Asia-Pasifik (Australia, Cina, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam), rata-rata 49% dari pengguna mengalami insiden keamanan yang berhubungan dengan jaringan lokal dan removable media, dan 17% dari pengguna menghadapi ancaman terkait web, yang berhasil dicegah oleh solusi dari Kaspersky Lab.
Vietnam, Filipina dan India memiliki jumlah tertinggi pengguna yang mengalami insiden ancaman lokal (masing-masing 64%, 58% dan 55%), sementara Cina memimpin dalam pendeteksian web (24% dari pengguna), diikuti oleh Vietnam, India dan Indonesia (23%, 18,5% dan 18,5%).
Australia dan Singapura termasuk di antara negara yang tidak begitu terpengaruh, namun keduanya memiliki sekitar 12% pengguna yang mengalami insiden web dan sekitar 30% mengalami ancaman lokal. Pertumbuhan terbesar dalam jumlah total insiden cyber terdeteksi oleh produk Kaspersky Lab yang terdaftar berada di India, dan penurunan terbesar terjadi di Australia.
Jumlah insiden ransomware yang terdeteksi di APAC melonjak pada bulan Juli dan Agustus dibandingkan dengan bulan Februari dan Maret (114%). Negara dengan jumlah terbesar infeksi ransomware adalah India, diikuti oleh Vietnam.
Peningkatan jumlah insiden ransomware mencerminkan tren global. Peristiwa ini juga menjadi sinyal bahwa kawasan APAC merupakan target ransomware dan serangan cryptoware.
Vitaly Kamluk, memberikan gambaran mengenai lanskap ancaman lokal, beserta tren dan prediksi saat ini, menekankan bagaimana kompleksnya serangan ditargetkan dan keuangan.
Seongsu Park, Senior Security Researcher di Kaspersky Lab, menguraikan topik tersebut lewat presentasinya mengenai pelanggaran e-Commerce dan pembelajaran yang bisa diambil dari haltersebut oleh perusahaan. Ruslan Stoyanov, Head of Computer Incidents Investigation di Kaspersky Lab, memberikan wawasan tentang bagaimana penyelidikan keamanan cyber dilakukan.
Tamu istimewa di acara ini membahas topik penting mengenai Systematic Security Assessment oleh Anton Bolshakov, Managing Consultant di IT Defence Asia; aspek hukum kunci dalam menangani pelanggaran cyber disajikan oleh Lionel Tan, Partner di Rajah & Tann Singapura LLP, sebuah firma hukum yang meliputi wilayah APAC. Nicolas Collery, Information Security Operations Officer di Bank DBS, memberikan gambaran tentang kejahatan cyber dari perspektif organisasi keuangan.
"Para penjahat cyber pada umumnya mengejar uang, sehingga membuat perbankan dan pelanggan mereka sering menjadi sasaran. Meskipun kami telah melakukan pekerjaan kami dalam mengamankan perimeter TI dan transaksi dari pihak perbankan, namun pengguna tetap saja menjadi bagian terlemah. Salah satu tujuan kami adalah untuk membuat mereka memahami informasi dengan baik dan berhati-hati terhadap ancaman yang bervariasi baik itu phishing surat hingga ke Trojan mobile banking," ungkap Nicolas Collery.