Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Semakin banyak munculnya brand yang menggunakan kain lurik, membuat Desainer khas kain lurik Lulu Lutfi Labibi angkat bicara.
Ia menjelaskan, tujuan awal saat dirinya memutuskan untuk merancang koleksi memakai kain lurik adalah hanya untuk meredifinisi kain tersebut agar 'naik kelas'.
Lulu pun melakukannya secara organik, yakni melalui kain lurik asli yang ditenun, bukan dengan mesin.
Baca: Curhat Desainer Lulu Lutfi Labibi Tentang Pemasaran Secara Online, Ini Positif dan Negatifnya
"Dari awal aku mengolah lurik kan sebenarnya pengen meredifinisi dari lurik itu sendiri, tapi ya aku menjalaninya secara organik," ujar Lulu, saat ditemui di Jakarta Fashion Week 2018, Senayan City, Jakarta Selatan, Selasa (24/10/2017).
Awalnya, ia tidak memiliki rasa tanggung jawab untuk mengangkat kain tradisional khas Indonesia itu.
"Maksudnya gini, waktu itu aku nggak ada rasa yang heroik, 'oh lurik itu harus diangkat', nggak ya," jelas Lulu.
Hal tersebut karena menurutnya, alasan mengapa dirinya memilih kain tersebut lantaran ia menyukai motif garis-garis.
"Karena alasan kenapa aku suka lurik, ya memang aku suka garis aja sebenernya," kata Lulu.
Setelah dirinya menggunakan kain tersebut dalam rancangannya dan kini dikenal sebagai Desainer khas kain lurik, pria yang menetap di Jogja itu pun melihat masyarakat mulai menggandrungi kain tersebut.
Desainer pemenang Lomba Perancang Mode (LPM) pada 2011 silam itu menuturkan bahwa banyak pihak yang menyebut kain tersebur 'naik kelas' karena dirinya yang berani mengolah kain tersebut, ia pun merasa bangga mengetahui hal itu.
"Dan pada akhirnya lurik diterima oleh masyarakat itu karena konon lurik naik kelas ketika aku mengolahnya, itu sih aku mengamini juga," papar Lulu.
Rasa bangga itu semakin mengobarkan semangatnya dalam mengolah lurik.