Laporan Wartawan TribunSolo.com, Eka Fitriani
TRIBUNNEWS.COM, SOLO - Prosesi pernikahan putri Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kahiyang Ayu, dengan Bobby Nasution dilakukan dengan menggunakan adat Jawa Solo.
Salah satu prosesi yang dilakukan siang ini, Selasa (7/11/2017) yakni prosesi pemasangan bleketepe dan siraman.
Budayawan Solo, Mufti Raharjo, menjelaskan berbagai urutan prosesi pernikahan adat Jawa pada umumnya.
Prosesi dimulai dengan wilujeng kenduri, pemasangan bleketepe, siraman, sadeyan dawet, serah-terima peningset, midodareni hingga akad nikah dan panggih.
Pemasangan bleketepe dari anyaman daun kelapa (janur) sebagai penanda akan ada hajatan pernikahan.
Pagi ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan prosesi pemasangan bleketepe di depan rumahnya di Sumber, Banjarsari, Solo.
Baca: Mengapa Pernikahan Kahiyang-Bobby Digelar 8 November? Ini Maknanya Dalam Perhitungan Tanggalan Jawa
Mufti mengatakan bleketepe diambil dari kata Bale Katapi yang artinya kotoran dipilah untuk dibuang.
Prosesi bleketepe merupakan simbol dari penyucian lokasi.
Di prosesi selanjutnya dilaksanakan pemasangan tuwuhan, lalu siraman dan dilanjutkan dengan sade dawet.
Prosesi siraman ini diambilkan dari sumber mata air yang jumlahnya ganjil, misalnya tujuh atau sembilan.
“Siraman akan menyatukan air dari mata sumber air yang jumlahnya ganjil."
'Kalau dalam Bahasa Jawa tujuh atau pitu bisa diartikan pitulungan (pertolongan, Red),” katanya.
Mufti mengatakan acara pernikahan Kahiyang nanti diberikan pertolongan agar lancar.
Siraman dilakukan dua orang tua, sesepuh atau yang dipinisepuhkan.
Siraman tersebut memiliki makna untuk membersihkan fisik dan batin seorang calon pengantin untuk memasuki bahtera kehidupan yang lebih tinggi.
Terselip makna agar calon pengantin memiliki kesucian dan kejernihan.
Acara siraman ini diwarnai dengan dekorasi janur yang merupakan simbol cahaya suci dari Tuhan Yang Maha Esa yang mengiringi langkah calon pengantin.
Untuk mempelai wanita, setelah siraman dilakukan akan ada proses Sadewan Dawet (menjual dawet).
Makna dari cendol yang berbentuk bundar merupakan lambang kebulatan kehendak orangtua untuk menjodohkan anak.
“Sesudah siraman, malam harinya H-1 biasanya dilaksanakan midodareni,” katanya.
Mufti menjelaskan inti acara midodareni adalah srah-srahan berupa hantaran dari keluarga calon pengantin putra ke pengantin putri.
Selain itu juga perkenalan antara kedua keluarga besar dan nasehat dari orang tua pengantin putri kepada calon menantu yang biasa disebut Sabdo Tomo. (*)