Itulah beberapa penggal kisah yang dituturkan penulis. Ada lagi kisah lainnya baik terpidana mati maupun tidak.
Dan penulis yang pernah dikirim untuk belajar di Inggris ini sangat memahami bahwa kita tidak bisa melihat bahwa mereka yang pernah di tahan atau yang sudah di eksekusi, kita anggap selalu buruk.
Ada banyak perubahan yang terjadi. Penulis ingin menyampaikan bahwa terkadang bukanlah mereka tidak berubah setelah keluar dari penjara. Tetapi kadang yang membuat mereka kembali berbuat jahat adalah karena stigma yang diterima saat ia bebas.
Seolah pandangan negatif itu melekat terus. Dan itu terus menghantui mereka. Seharusnya mereka bisa diterima setelah bebas dari masa hukuman. Jangan menutup diri dan lain sebagainya.
Terima dengan tangan terbuka sekaligus menajamkan pertobatannya.
Di akhir cerita, karena background sebagai pegawai petugas penjara, penulis ingin menuturkan bahwa semua kerja yang dilakoni seharusnya dijalankan dengan ikhlas. Karena tugas itu sendiri menurutnya adalah ibadah.
Tidak ada yang perlu dikeluhkan dan tidak mudah tergoda dengan iming-iming apapun. Membangun tembok nurani menjadi penting sebagai benteng keteguhan hati (hal. 82-88). Itu yang akan menghantarkan kita pada kerja yang bermoral.
Seperti yang dilakukan penulis yang sudah tiga generasi menjadi pegawai lapas; bapak-ayah-anak, yang kini juga menjadi pegawai lapas di Nusakambangan.
Buku ini sangat menarik dibaca secara umum, mahasiswa maupun para pegawai, terutama pegawai lapas.
Karena disini penulis ingin berbagi cara menangani berbagai tahanan dengan pendekatan yang bersahaja, manusiawi dan mau mengerti keadaan para tahanan.
Penulis selalu yakin bahwa tahanan itu bukan orang yang terhukum tetapi orang yang perlu pembinaan.
Jadi perlu kiranya pendekatan tersebut dengan cara mengakrabkan diri pada mereka yang ditahan, dengar ceritanya dari hati ke hati, coba untuk mengerti seluk beluk maupun perasaan mereka dan selalu tanamkan keyakinan bahwa setiap manusia pasti punya sisi yang baik.
Itu hal yang luar biasa yang penulis ingin sampaikan. Dan hal itu layak ditiru dalam banyak hal, tidak saja bagi pegawai lapas.
Dan dengan cara penulisan yang apa adanya, buku ini justru sangat menarik dibaca karena orisinalitasnya yang tidak melebih-lebihkan kisah atau isi lainnya. (*)
Melki AS, Penggiat Sastra Suluh