TRIBUNNEWS.COM, OSAKA - Dalam rangka peringatan 60 Tahun Hubungan Diplomatik Indonesia – Jepang, diselenggarakan pameran “perkawinan” kolaborasi keindahan antara perpaduan seni kimono Jepang dengan seni batik Indonesia.
Pameran yang berlangsung di Osaka dari tanggal 27 Juni – 2 Juli 2018 ini dihadiri oleh KGPAA Paku Alam X dan GKBRAA Paku Alam X, Bapak Mirza Nurhidayat, Konsul Jenderal RI di Osaka beserta Ibu dan Naoya Araki Presiden Hankyu Hanshin Dept. Store Inc dan juga KRT Radya Wisraya Sumartoyo.
Dalam acara tersebut, diperkenalkan juga batik Pakualaman karya GKBRAA Paku Alam X dan sekaligus talk show oleh permaisuri KGPAA Paku Alam X tersebut.
Secara khusus GKBRAA Paku Alam X menjelaskan filosofi motif batik Asthabrata Pakualaman yang diilhami dari manuskrip kuno karya KGPAA Paku Alam II.
Menurut KRT Radya Wisraya Sumartoyo dari Osaka, Minggu (1/7/2018), pameran Kimono dan Batik ini diselenggarakan atas gagasan dari kelompok kerja swasta masyarakat pecinta kain dan busana tradisional dari Indonesia dan Jepang , yang dipelopori oleh, Asosiasi Budaya Busana Jepang – Indonesia yang dipimpin Prof. Masakatsu Tozu (Hollywood Graduate University), Tokyo, Yayasan Tecolabo pimpinan Masao Hosoo, Kyoto, Komunitas Pecinta dan Pegiat Kain Adati Nusantara Indonesia, Adiwastra Nusantara, pimpinan Edith Ratna Soerjosoejarso, dan Yayasan TTASSEA INDONESIA (Traditional Textile Arts Society of South East Asia), Indonesia, pimpinan GKBRAA Paku Alam X, Indonesia.
“Pameran yang diselenggarakan di Gallery dan Art Stage di Hankyu Umeda Departemen Store Osaka, Jepang. Sajian utama dari pameran ini adalah hasil karya kolaborasi para seniman batik Indonesia dengan seniman kimono Jepang yang menghasilkan kreasi kimono berpadu motif batik karya pembatik unggulan Indonesia,” ujar KRT Radya Wisraya Sumartoyo.
Menurutnya, bagian tertentu dari kimono-kimono tersebut dibatik oleh para pebatik dari Indonesia dan bagian lainnya diselesaikan oleh seniman kimono dari Jepang.
Pebatik yang terpilih untuk melaksanakan karya kolaborasi ini antara lain Apips Batik dari Yogyakarta, Canting Wira dari Surabaya, Cahyo Batik dari Pekalongan, Batik Pakualaman dari Yogyakarta dan Batik Mangkunagaran dari Solo.
Pembuatan batik yang diproses selama hampir 5 bulan ini akhirnya dapat diselesaikan dan dipadukan dengan sentuhan akhir keterampilan ahli-ahli kimono dari Jepang, menjadi karya kimono yang unik dan bernilai tinggi.
Selain itu, ditampilkan pula, batik-batik koleksi dari Kadipaten Mangkunagaran, Surakarta dan Kadipaten Pakualaman, Yogyakarta serta batik-batik kuno koleksi dari Prof. Masakatsu Tozu dari Tokyo.
Batik dari kedua keraton ini merepresentasikan adat serta tradisi budaya yang berkembang dalam keraton-keraton Jawa yang penuh dengan filosofi dan ajaran tentang nilai-nilai hidup dan kehidupan.
Batik Mangkunagaran menampilkan kain batik yang biasa digunakan pada satu peristiwa penting dalam daur kehidupan manusia, yaitu pernikahan.
Pernikahan memiliki makna yang luhur dan penting dalam siklus kehidupan manusia, karena itu batik yang digunakan dalam peristiwa ini mengandung ciri-ciri simbolis yang menggambarkan harapan atas berkah dan kebahagiaan keluarga bagi kedua mempelai.
Batik dari kadipaten Pakualaman menyajikan hasil pengembangan terbaru Batik dari Pura tersebut, yaitu batik yang terinspirasi dari naskah kuno Asthabrata, sebuah buku berisi ajaran tentang pemerintahan serta kepemimpinan.
Tema-tema serta iluminasi dari naskah tersebut menjadi motif-motif yang khas dan penuh makna filosofis dari batik Pakualaman.
GKBRAA Pakualaman X, permaisuri dari Pakualaman X yang lebih dikenal dengan nama Atika Purnomowati adalah sang kreator yang mendalami penghayatan atas naskah-naskah kuno Asthabrata dan menciptakan motif batik-batik tersebut.