Anton, kata Chunk, yang memang berdarah Tionghoa akhirnya bertekad bulat membangun Masjid Tan Kok Liong dengan biaya sekira Rp2 miliar.
Riset Arstitektur China
Sebelum dibangun, Anton sempat riset dari sejumlah referensi arsitektur China. Dan akhirnya menemukan gambar dan desain istana-istana yakni Istana Dinasti Ming, Ching, dan Hang.
"Pak Anton mengadopsi bentuk arsitektur dinasti Ching dan saya sendiri yang mendesain sekaligus menjadi arsiteknya," ungkapnya.
Lazimnya, masjid bergaya arsitektur klenteng berciri khas dominasi warna merah dengan sentuhan nuansa kuning dan hijau.
Begitu juga penampilan Masjid Tan Kok Liong. Dari luar, masjid ini seperti istana. Padahal, sepertinya masjid ini dibangun dengan bahan bangunan biasa.
Bagian dalam masjid ini tak terlalu luas. Namun, cukup untuk menampung jemaah sampai seratusan orang.
Ornamen atap masjid ini menyiratkan simbol naga dibangun berjenjang tiga. Ruang ibadah utama dibuat dalam satu lantai.
Lantai bawah digunakan untuk kantor, yang unik justru dua ruangan di atas masjid. Dua undakan bangunan yang menyerupai bentuk klenteng itu ternyata dibiarkan kosong.
Di samping masjid itu terdapat sebuah makam yang dinaungi cungkup. Makam ini sudah ada lebih dulu daripada masjid. Lubang tersebut, tutur Chunk, rencananya untuk makam Anton Medan jika meninggal nanti.