Pedoman diet di Amerika Serikat merekomendasikan 26 ons daging dan telur unggas per minggu.
Daging dan telur unggas tanpa lemak lebih sehat daripada daging olahan karena makanan tersebut tidak memicu diabetes tipe 2, obesitas, dan kanker.
3. Makanan Cepat saji dan Makanan Ringan Olahan
Lemak jenuh dapat ditemukan pada kentang goreng, hamburger, kerupuk, dan makanan ringan olahan lainnya.
Sebuah studi yang berbasis di Iran dilakukan pada 300 mahasiswa Iran yang diambil secara acak dari dua universitas terkemuka di Qom tahun 2015 untuk lebih memahami hubungan antara obesitas dan kebiasaan makan cepat saji.
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (BMI), ditemukan bahwa rata-rata prevalensi obesitas adalah 21,3 persen di antara siswa yang terlibat dalam penelitian ini.
Studi ini menyimpulkan bahwa konsumsi makanan cepat saji mempengaruhi rasio wasit-hip (WHR) yang mempengaruhi BMI.
Berdasarkan WHR, prevalensi obesitas adalah 33,2 persen.
Ketika sampai pada pemahaman seberapa sering makanan cepat saji dikonsumsi, studi ini menemukan bahwa 72,4 persen orang memanjakan diri dalam makanan cepat saji setidaknya sekali dalam sebulan terakhir sebelum penelitian.
4. Nasi Putih dan Pasta
Indeks glikemik (GI) adalah parameter komparatif yang digunakan untuk mengukur bagaimana makanan tertentu meningkatkan kadar glukosa darah terhadap makanan lain.
Karbohidrat seperti roti putih, beras putih, dan pasta memiliki GI tinggi 70 atau lebih, sehingga mereka harus dimakan dalam jumlah yang lebih kecil.
Kacang-kacangan, ubi jalar, buah-buahan, dan sayuran non-tepung memiliki GI rendah di bawah 55.
Nasi putih dan pasta putih tidak memiliki banyak serat dan protein, sehingga nutrisi terbatas dan tidak membawa banyak manfaat kesehatan.