Laporan wartawan Wartakotalive.com, Lilis Setyaningsih
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belum lama ini antrean pemohon perceraian yang mengular di Pengadilan Agama Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat viral.
Secara umum, tidak hanya di PA Soreang, di beberapa daerah pun angka perceraian mengalami peningkatan.
Data menunjukan pada Juni dan Juli 2020, jumlah perceraian meningkat menjadi 57 ribu kasus.
Sebanyak 80 persen kasus gugatan cerai yang ke pengadilan agama di ajukan oleh pihak Istri.
Menurut Konsultan Keluarga dan Juga Pemerhati Sosial M Agus Syafii banyaknya kasus perceraian, dipicu masalah ekonomi.
Di masa pandemi ini banyak suami yang kehilangan pekerjaan seningga masalah perekonomian menjadi gangguan yang serius dalam kehidupan rumah tangga.
Imbasnya istri merasa tanggung jawabnya bertambah besar untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang melebihi batas kesanggupan seorang istri.
Kondisi ini ditambah lagi ketika semua anggota keluarga berada di rumah selama hampir 24 jam, dimana ada pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Baca: Perceraian di Jakarta Barat Meningkat saat PSBB, Mayoritas Istri yang Menggugat Cerai
Baca: Ikut Antre Mau Cerai, Ibu Muda di Bandung Pilih Jadi Janda, Suami Selingkuh dan 2 Tahun Tak Nafkahi
Berada di rumah terus menerus juga memicu pertengkaran lebih sering.
Suami yang berada di rumah saja dianggap tak ada kegiatan.
Kegiatan suami akhirnya lebih berorientasi kepada istri karena merasa itu hiburan.
Apalagi ditambah istri menjadi hamil, dan beban istri jadi lebih banyak di pekerjaan domestik, seperti seperti mencuci, dan menyetrika.
Hal-hal inilah yang menjadi masalah atau pemicu pertengkaran dalam rumah tangga di tengah pandemi. Puncak dari konflik akhirnya keinginan bercerai.
Menurut Agus, sebelum memutuskan niat bercerai, ingatkan kembali ketika berniat menikah.
Niat yg benar, akan menghasilkan pernikahan yg benar.
Pernikahan yang dilakukan penuh kesadaran, akan membuat kematangan suami istri. Sehingga bisa mengelola manajemen konflik di dalam rumah tangga.
Namun ketika berbicara berdua saja, konflik masih tidak berujung, bisa minta bantuan pihak ketiga untuk menjembatani.
Rumah Amalia yang dipimpin Agus dapat membantu memberikan solusi konsultasi pasca pernikahan kepada pasangan yang akan menikah.
Pola terapi konflik keluarga yang digunakan adalah “Dialogis Emansipatif”
Pasangan yang akan menikah pun bisa konsultasi melalui whatsApp/telepon ataupun dapat datang ke lokasi. Konsultasi inipun tidak di punggut bayaran alias gratis. Konsultasi ini sudah berjalan 14 tahun.
"Jangan pernah lelah untuk merawat rumah tangga. Cara kita merawat pernikahan dengan kasih sayang, tanggung jawab dan kesetiaan pada pasangan hidup, akan menghindarkan kita dari perceraian," katanya.
Agus Syafii berharap, perceraian bukan solusi terbaik dalam menghadapi masalah rumah tangga. Semua ada jalan keluarnya.
Pada kasus ekonomi, Agus menyarankan istri dan suami harus bekerja sama agar keluarganya menjadi mandiri. Misalnya bantuan dari Pemerintah Rp 600 ribu bisa difokuskan pada istri. "Akan bermanfaat kalau yang pegang istri," sarannya.
Trik Jauhi Perceraian
Secara garis besar ada 3 cara menjaga rumah tangga tetap utuh, yakni:
1. Saling memberi
"Kalau pasangan suami istri di dalam benaknya atau pikiran adalah ingin saling memberi maka keduanya tidak akan ada saling menuntut," ujar Agus kepada Wartakotalive.com, Senin (31/8/2020).
Konflik rumah tangga kerap terjadi ketika salah satu pasangan menuntut, tidak ada keinginan untuk saling memberi.
2. Saling memaklumi
Ketika salah satu pasangan sedang bermasalah, melakukan kesalahan sengaja atau tidak maka tugas yang lain adalah memaklumi.
3. Memaafkan
Ketika sudah memaklumi, kemudian memaafkan. Apabila kesalahan seperti berbohong, selingkuh yang dirasakan menyakitkan maka maafkanlah pasangan. (Lis)