TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yaang sarat dengan tradisi tak serta merat luntur saat pagebluk atau pandemi covid-19.
Sudah delapan bulan belakangan DIY menjalani masa tanggap darurat sejak pandemi Covid-19 melanda. Namun, hal itu nampaknya tak mampu melunturkan keistimewaan DIY.
Hal itu salah satunya ditunjukkan dari upacara-upacara dan tradisi-tradisi yang digelar oleh Keraton Yogyakarta.
Meski dalam kondisi pageblug, aktivitas tersebut tidak serta-merta dihilangkan.
Penghageng KH Panitrapura Keraton Yogyakarta, GKR Condrokirono menjelaskan, sesuai peraturan Gubernur DIY yang salah satunya melarang mengumpulkan orang banyak, selama pandemi pihaknya berkoordinasi dengan tepas yang berkaitan supaya hajad dalem tetap berlangsung tanpa mengumpulkan orang banyak.
Semisal, tradisi grebeg yang biasanya mengumpulkan masyarakat di Alun-alun, kali ini digantikan dengan membuat rengginang dan dibagikan khusus untuk para abdi dalem.
“Biasanya setiap minggu di Keraton ada aktivitas tari, mau enggak mau kami off-kan. Tapi uyon-uyon masih diselenggarakan, khusus hanya tertentu saja. Abdi dalem bekerja secara shift, hand sanitizer dan masker juga kami sediakan,” lanjutnya dalam podcast Ngobrolin Jogja #14 melalui kanal YouTube Humas Jogja, Selasa (3/11/2020).
Ia menambahkan, selama pandemi sudah selayaknya masyarakat mengingat kembali filosofi Jawa, semisal orang Yogya yang dikenal guyub, rukun, dan gotong royong.
“Itu mungkin yang harus kita perbaiki. Dengan adanya pandemi ini kita diingatkan kembali untuk tepo seliro. Golong gilig itu mencerminkan saling membantu satu sama lain. Hubungan vertikal dengan Tuhan dan horizontal dengan sesama,” tuturnya.
Baca juga: Mulan Jameela dan Ahmad Dhani Liburan ke Solo, Kunjungi Keraton hingga Ziarah ke Astana Giribangun
Baca juga: Sekaten dan Grebeg Maulud di Keraton Yogyakarta Tahun Ini Ditiadakan
Dalam kesempatan yang sama, Penghageng Tepas Tandha Yekti Keraton Yogyakarta, GKR Hayu menuturkan aktivitas live streaming di media sosial Keraton Yogyakarta sudah settle sejak sebelum pandemi.
Namun ketika pandemi melanda, konten kanal-kanal tersebut pun diperbanyak.
“Tandha Yekti harus semakin rajin karena harus mendokumentasikan ini sejarah Yogyakarta di masa pandemi,” tandasnya.
Ditanya tentang filosofi Jawa yang perlu dipraktikkan kembali di masa krisis pandemi, ia menyebutkan tiga hal. Pertama, hamemayu hayuning bawono, yakni bagaimana kita bisa meninggalkan dunia yang lebih indah daripada saat kita lahir.
Kedua, manunggaling kawula gusti. “Jangan lupa masyarakat butuh pemimpin, tapi jangan lupa pemimpin juga butuh rakyat. Golong gilig itu sepeti bola, jadi antara pemimpin dan rakyat bersatu,” paparnya.