TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bali menjadi salah satu favorit destinasi wisata bagi turis domestik ataupun asing.
Tidak heran Bali tersohor hingga mancanegara.
Salah satu lokasi wisata yang menarik adalah Desa Tenganan. Desa yang berada di wilayah timur pulau dewata ini terkenal dengan kain gringsing.
Kain gringsing ini berbeda dengan kain lainnya. Proses pembuatannya pun dengan cara teknik ikat ganda, teknik ini dikenal rumit dan membutuhkan kesabaran ekstra.
Tenun gringsing memiliki motif dan kombinasi warna yang seimbang untuk melambangkan keseimbangan antar manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Tuhan.
Kain gringsing berasal dari kata "gring" (arti: sakit) dan "sing" (arti: tidak). Bila diartikan secara harafiah bermakna sebagai "tidak sakit” atau “terhindar dari penyakit." Oleh karena itu, kain gringsing mengandung makna sebagai penolak bala yang mampu mengusir penyakit rohani.
Maka tidak heran ada yang percaya kain itu memiliki kekuatan magis, dapat melindungi pemakainya dari musibah dan marabahaya.
Kain gringsing biasanya digunakan pada upacara keagamaan atau upacara penting dalam kehidupan manusia, seperti pernikahan dan upacara potong gigi. Tribun berkesempatan mengunjungi para perajin tenun kain gringsing di Desa Tenganan. Salah satu perajin yang ditemui adalah Ni Putu Nesya Agus Tini (39).
Saat ditemui Ni Putu sedang sibuk menenun, ia kemudian berkesempatan menceritakan proses pembuatan kain gringsing.
Kata dia proses pembuatan bisa memakan waktu yang sangat lama, bahkan bisa mencapai lima tahun.
"Tergantung motifnya," kata dia, Sabtu(14/11/2020).
Motifnya kain gringsing bermacam-macam ada Wayang Kebo, Wayang Putri, Cempaka, Pepare dan lainnya.
Untuk warna merah kata Ni Putu berasal dari akar sunti Nusa Penida. Sedangkan warna kuning berasal dari minyak kemiri.
"Itu tadi yang buat harganya tinggi bisa puluhan juta," kata dia.