Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pandemi Covid-19 masih berlangsung, di sisi lain kerumunan di tempat umum terus terjadi.
Pascalebaran, larangan mudik memang sudah diberlakukan. Namun, masih saja ada sebagian masyarakat yang menerobos aturan.
Tempat wisata pun ramai dikunjungi oleh masyarakat. Tidak hanya puluhan atau ratusan namun hingga mencapai puluhan ribu.
Menurut Ahli Epidemiologi Indonesia dan Peneliti Pandemi dari Griffith University Indonesia Dicky Budiman masih berstatus community transmision. Artinya, masih menimbulkan klaster-klaster infeksi Covid-19.
Menurut Dicky masyarakat kerap lalai karena terkadang Covid-19 muncul tanpa bergejala.
Dicky mengatakan jika berdasarkan riset sekitar 80% Covid-19 muncul tanpa gejala.
Baca juga: Pandemi Ubah Gaya Hidup Milenial di China, Pengeluaran Mereka untuk Kesehatan Lebih Banyak
Di sisi lain, hal ini dipersulit oleh kurangnya pengecekan sedari dini secara aktif dari rumah ke rumah.
"Tidak bergejala bukan berarti tidak sakit. Ketika discan selain pada organ jantung dan paru ada kerusakan atau potensi di organ lain, sehingga kualitas kesehatan menurun. Mencegah lebih baik dari pada mengobati," katanya dalam live streaming channel YouTube Radio Muhammadiyah, Selasa (18/5/2021).
Inilah yang menjadikan wabah pandemi disebut sebagai 'silent spreader. Dimana wabah terlihat samar-samar padahal punya dampak yang amat nyata.
Masyarakat kita juga lebih mengutamakan berobat di rumah saja ketimbang langsung memeriksakannya ke rumah sakit.
"Itulah yang terjadi pada India. Berdiam diri di rumah, saat timbulnya gangguan dari gejala baru ke rumah sakit. Hal ini yang nantin akan menjadi chaos," katanya lagi.
Bahkan Dicky memprediksi jika satu tiga bulan ke depan bisa saja terjadi kasus infeksi hingga 100.000 perhari. Bukan karena mudik dan lebaran saja, tapi akumulasi setahun lalu seperti pilkada.