Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pandemi covid-19 berdampak pada dinamika keluarga Indonesia. Tak hanya pengaruhi kondisi kesehatan, tapi juga finansial.
Anggota komisi IX F-PKS DPR RI menyebutkan jika 20 persen keluarga mengurangi porsi makanan.
Dari sisi psikis, sekitar 4116 kasus anak mengalami kekerasan selama 6 bulan pertama covid.
Lalu ada 5709 kasus perceraian di awal pertama pandemi. Belum lagi pertengkaran pasutri, termasuk kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terus meningkat.
Data-data di atas tentunya dapat merusak harmonisasi keluarga. Selain itu setiap kali pertengkaran terjadi di rumah, anak dapat alami gangguan kesehatan mental.
Untuk menghindari hal tersebut, menurut psikolog Irma Gustiana Andrian, ada yang perlu diperhatikan khususnya dimulai dari orangtua.
Baca juga: Menteri Bintang Ajak Anak-anak Wisata Edukatif secara Virtual ke Sea World dan Dunia Fantasi
Orangtua perlu mengecek diri sendiri, apakah mereka mengalami parental burn out atau tidak.
Parental burn out merupakan kondisi yang dialami oleh orangtua ketika merasakan kelelahan secara fisik maupun mental.
Biasanya ditandai dengan selalu merasa lelah secara terus menerus. Bahkan meski tidak sedang beraktivitas.
Kedua, kerap terpicu untuk marah dan mudah tersinggung. Ketiga, orangtua merasa sedih secara berkepanjangan.
Keempat, sering merasa cemas. Kelima mengalami sakit secara fisik seperti sakit kepala, kehilangan nafsu makan serta gangguan tidur.
Menurut Irma, jika ada gejala ini, maka keluarga kerap mengalami dinamika keluarga.