TRIBUNNEWS.COM - Kalender Islam telah memasuki bulan Muharram, dengan ditandai tahun baru Islam 1 Muharram 1443 Hijriyah yang jatuh bertepatan pada 10 Agustus 2021 lalu.
Bulan Muharram termasuk satu di antara bulan haram selain bulan Rajab, Dzulqaidah, dan Zulhijah.
Salah satu amalan sunnah yang diperintahkan di bulan haram ini adalah memperbanyak berpuasa.
Ada dua puasa sunnah di bulan Muarram yang penting untuk dilaksanakan, yakni Puasa Asyura dan Puasa Tasua.
Puasa Tasua dilakukan pada 9 Muharram dan jatuh pada Rabu (18/8/2021), sedangkan puasa Asyura dilakukan pada tanggal 10 Muharram dan jatuh pada Kamis (19/8/2021).
Pada 10 Muharram ini juga diyakini sebagai hari kebebasan Musa dari kejaran Fira'un.
Baca juga: Tahun Baru Islam 1 Muharram 1443 H: Sejarah, Peristiwa Penting dan Amalan Sunnah
Baca juga: 10 Amalan Sunnah bagi Umat Muslim saat Bulan Muharram: Ziarah, Sedekah, hingga Membuat Celak Mata
Puasa Asyura 10 Muharram memiliki keutamaan yang tinggi karena dapat menghapus dosa setahun lalu.
Sedangkan Puasa Tasu'a ini dilakukan dalam rangka menyelisihi Yahudi.
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa Asyura’ dan memerintahkan para sahabat untuk puasa, ada sahabat yang berkata bahwa hari Asyura adalah hari yang diagungkan orang yahudi dan nasrani.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa Tahun depan akan berpuasa di tanggal sembilan.
Namun, belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamsudah diwafatkan.
Oleh karenanya, malaksanakan Puasa Tasua seperti halnya melaksanakan keinginan Rasulullah saw.
Baca juga: Salat Tahajud: Tata Cara, Bacaan Doa dan Keutamaannya
Baca juga: Bacaan Surat Al Kahfi Ayat 1-10, Lengkap dengan Terjemahan dan Latinnya
Berikut ini bacaan niat untuk puasa Asyura 10 Muharram yang bertepatan pada Kamis (19/8/2021).
Niat Puasa Asyura
نَوَيْتُ صَوْمَ فِيْ يَوْمِ عَاشُوْرَاء سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى
(Nawaitu shouma fii yaumi aasyuuroo’ sunnatan lillaahi ta’aalaa)
Artinya: saya niat puasa sunah asyura sunah karena Allah Ta’ala
- Makna Bulan Muharram
Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Kudus, Dr Hj Nur Mahmudah menjelaskan, Muharram secara bahasa dapat diartikan sebagai bulan yang diharamkan.
Orang Arab zaman dulu meyakini, bulan Muharram adalah bulan suci sehingga tidak layak menodai bulan tersebut dengan peperangan.
Bulan Muharram juga menjadi bagian dari empat bulan haram dalam kalender Hijriyah.
Empat bulan haram itu adalah Dzulqa'idah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Hakikatnya, pada bulan haram ini, diharamkan untuk melakukan perbuatan maksiat dan tidak disenangi oleh Allah SWT.
Pada bulan haram ini justru dianjurkan untuk memperbanyak amal saleh dan beribadah kepada Allah.
Bulan haram ini juga tak bisa dilepaskan dari pelaksanaan ibadah Haji, yang mana Dzulqa'idah merupakan bulan persiapan haji, Dzulhijjah pelaksanaan haji dan Muharram bulan selesainya haji dan kembali dalam perjalanan pulang dari berhaji.
Oleh karenanya untuk membuat rasa aman maka disepakati untuk tidak melakukan peperangan di bulan haram tersebut.
Baca juga: 10 Amalan Sunnah bagi Umat Muslim saat Bulan Muharram: Ziarah, Sedekah, hingga Membuat Celak Mata
Sementara di sisi lain, banyak peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Islam yang terjadi pada hari-hari di bulan Muharram.
Dalam beberapa kitab disebutkan pada bulan Muharram itu beberapa Nabi terhindar dari kesulitan-kesulitan.
"Misalnya Nabi Musa ketika dikejar bala tentara Fir'aun, itu beliau selamat di depannya ada laut dan bisa menyelematkan diri, itu pada bulan Muharram dan ada yang mengatakan itu terjadi pada 10 Muharram," kata Nur Mahmudah dalam program Oase Tribunnews.com.
"Kemudian misalnya Nabi Yunus yang dimakan Ikan, itu keluarnya juga di hari-hari bulan Muharram," lanjutnya.
Di bulan Muharram inilah banyak masyarakat melakukan santunan, terutama kepada anak yatim.
Menurutnya, santunan tersebut merupakan suatu bentuk sedekah yang dilakukan untuk menolak bala agar terhindar dari kesulitan-kesulitan.
"Banyak ulama yang mengatakan kita bisa melaksanakan sedekah untuk menolak balak, karena balak memang pernah terjadi di bulan-bulan itu, sehingga kita mengikuti apa yang di anjurkan oleh para ulama dengan memberikan sedekah," terangnya.
Dengan hal itu, menurutnya lebih tepat jika Bulan Muharram ini disebut sebagai bulan keselamatan.
Menurutnya, penting untuk berprasangka baik, karena pada dasarnya Allah berkehendak atas segala sesuatu sebagaimana hamba-Nya berprasangka kepada-Nya.
"Memang musibah memang pernah terjadi dan itu bahkan selesai di bulan Muharram, mindsetnya mungkin lebih tepat bulan keselamatan, kan itu selamat, tapi sebelum keselamatan mungkin ada bala. Nah mungkin orang melihat balaknya, tidak melihat bahwa setelah balak itu ada keselamatan," jelasnya.
(Tribunnews.com/Tio)