TRIBUNNEWS.COM - Di Indonesia, September mungkin dilalui begitu saja, terlepas dari hari penting seperti Hari Peringatan Peristiwa G30S atau Hari Tani Nasional.
Namun, di dunia, September menorehkan kejadian penting yang tak terlupakan dan abadi dalam sejarah: Perang Dunia II pecah di Eropa.
Baca juga: Tips Menguasai Aplikasi Desain dan Edit Video dengan Mudah, Miliki Buku Ini
Baca juga: Ayah Bunda, Mengurus Anak Tak Harus Ribet, Santuy Saja, Yuk Intip Triknya di Buku Ini
Tentu saja, bulan ini lantas menjadi momentum untuk mengingat banyak hal: nisan-nisan—yang bernama maupun yang tidak, langit kelabu di Polandia, sisa-sisa pertempuran: mulai dari benda-benda yang tampak, hingga trauma pascaperang yang dialami penyintas, juga impian Jerman untuk mencapai hegemoni nan absolut di daratan Eropa.
Ya, pada September 1939, Jerman menginvasi Polandia dan menyebabkan pecahnya Perang Dunia II di Eropa.
Peristiwa ini tidak terlepas dari peranan Adolf Hitler, seorang politisi Jerman dan ketua Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei (NSDAP) atau yang lebih dikenal sebagai Partai Nazi.
Selain menginisiasi Perang Dunia II di Eropa, ia juga terlibat dalam berbagai operasi militer selama perang serta pembantaian besar-besaran (genosida) terhadap sekitar enam juta kaum Yahudi dan jutaan korban lainnya, yang dikenal dengan istilah Holocaust.
Peristiwa ini adalah luka yang barangkali masih menganga bagi sebagian besar orang, juga patut dianggap sebagai salah satu peristiwa paling kelam sepanjang sejarah; cerminan betapa rapuhnya kemanusiaan.
Baca juga: Mengajak Anak Keliling Indonesia Hanya dengan Satu Buku
Baca juga: Ajak Anak Berpetualang Melalui Buku, Jelajahi Transportasi di Komik Sains Plants vs Zombies
Pidato yang Karismatik
Adolf Hitler dikenal sebagai sosok yang sangat terobsesi akan supremasi Jerman.
Namun, ia ternyata lahir di Braunau am Inn, Austria, pada 20 April 1889 dan baru pindah ke Jerman pada 1913.
Seperti kebanyakan orang Austria-Jerman lainnya, Hitler sudah memiliki bibit-bibit nasionalis Jerman sejak kecil.
Kecintaan Hitler terhadap Jerman tampaknya tak berubah, bahkan setelah puluhan tahun berlalu.
Pada 1920, ia mulai bekerja purnawaktu untuk NSDAP.
Setahun kemudian, kemampuan Hitler berpidato semakin baik, dan ia berpidato di hadapan 6.000 orang di Munich pada Februari 1921.
Pidato yang ia sampaikan sebenarnya tak lebih dari propaganda untuk menentang Perjanjian Versailles, pesaing politik, serta kaum Marxis dan Yahudi.
Namun, karena banyaknya kaum nasionalis Jerman yang antipemerintah dan ingin meruntuhkan Marxisme, Hitler kian populer bersama dengan pidatonya yang dianggap karismatik.