News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pameran PASCAGAMBAR, Tempat Bertemunya Karya dari Para Seniman dengan Berbagai Latar

Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pembukaan pameran PASCAGAMBAR

TRIBUNNEWS.COM - Dalam dunia seni rupa, sejak tahun 1940-an, Yogyakarta selalu menjadi ruang pertemuan, persemaian, bahkan pula perdebatan gagasan-gagasan kesenian yang beragam.

Setiap seniman seakan-akan dapat dengan luwes menumpahkan kreativitas mereka di Kota Yogya.

Dengan kultur sosial dan budayanya yang khas, kita dapat dengan mudah menemukan aneka karya rupa yang masing-masing menawarkan ide, konsep, hingga warna pencariannya masing-masing.

Semua karya itu diciptakan oleh seniman dari berbagai latar, baik usia, tempaan pendidikan, status sosial, serta muasal tanah kelahirannya. 

Selain itu, tedapat ciri lain yang mungkin turut mempengaruhi berseminya kesenian di Yogyakarta, yaitu nuansa kebersamaannya.

Meskipun di Yogyakarta tersebar berbagai galeri dan komunitas seni, karakteristik kebersamaan lewat saling srawung itu tak kunjung lekang sehingga siapapun boleh-boleh saja ‘melompat’ dari satu ruang budaya ke ruang budaya lain untuk menyimak ragam karya yang dihadirkan serta membincangkannya secara gayeng.

Pembukaan pameran PASCAGAMBAR (bentarabudaya)

Dalam percakapan-percakapan itu mengemuka pula kritik, yang barangkali terasa nyelekit, namun agaknya ini tidak menyurutkan elan-elan berkesenian.

Bukankah Yogyakarta adalah kawah candradimuka, yang dengan caranya sendiri menempa kreator yang hidup di dalamnya?

Kebersamaan itulah yang terasa dalam pameran kelompok An.de.fe.ni.si+a di Bentara Budaya Yogyakarta kali ini.

Menyimak para perupa yang tergabung, yakni Agus TBR, Budi Ubrux, Budyono Kampret, Edopop, Harmanto, Herly Gaya, Irenius Bongky, Irwanto Lentho, Joko Sulistiono, M AidiYupri, Mahdi Abdullah, Mayek Prayitno, Moelyono, Rismanto Kendilmas, Sigit Santoso, dan Syahrizal Pahlevi, segera kita menyadari betapa mereka ingin mempertemukan bentuk-bentuk ekspresi kesenian yang berbeda.

Tidak masalah apakah yang terangkum ialah perupa yang telah mapan atau yang masih meneguhkan eksistensinya, termasuk yang usianya belia maupun yang merentang panjang jalan kesenimanannya—semuanya hadir sama rata dan sama rasa tanpa jarak.

Esensi kebersamaan dan saling srawung itulah yang selama ini menjadi napas semangat Bentara Budaya.

Selama empat puluh tahun kehadirannya, tak terelakkan betapa lembaga ini erat kaitannya dengan rasa guyub-gayengnya para seniman yang berkecimpung di dalamnya.

Generasi demi generasi memang terus berganti tetapi apa yang menjadi dasar tumbuhnya ruang publik ini niscaya tidak terhenti: seniman dan lembaga senantiasa menjabat tangan secara hangat dan mendukung munculnya bentuk-bentuk kesenian yang membanggakan. 

Karenanya betapa Bentara Budaya amat berbahagia bisa menjadi bagian dalam perjalanan berkesenian kelompok An.de.fi.ni.si+a.

Mengangkat tema yang kompleks yakni respons kreatif atas persoalan kemanusiaan, lingkungan, serta sisik-melik kebudayaan, para perupa mengetengahkan sepilihan karya gambar (drawing) yang menarik buat disimak pada pameran yang berlangsung 25 – 30 Mei 2022. 

Dari sekian kelompok dan komunitas seni yang mengikuti gelaran pameran drawing, yang digagas oleh Forum Drawing Indonesia dengan format Indonesia Menggambar, Andefinisia salah satu kelompok dengan pilihan nama tidak biasa.

Kosa Undefinisia diIndonesiakan menjadi Andefenisia.

Nama kelompok ini secara terang, tidak saja mengubah persepsi tentang definisi tapi juga mengarahkan pikiran kita pada apa yang tidak terdefinisi.

Definisi diketahui sebagai batasan.

Andefinisi disepakati oleh mereka sebagai sesuatu yang "tidak" terbatas, meski dari semula mereka menyadari pijakan dari suatu batasan adalah definisi itu sendiri.

Mereka berharap problem teknis perihal definisi drawing, setidak-tidaknya bisa dilewati.

Tidak seperti seni grafis yang belum move on soalan teknis dan etik.

Perkembangan lebih lanjut dimungkinkan pada wilayah ide atau konsep dan bagaimana hasil dari karya itu sendiri.

Pada akhirnya pesan dan makna dibalik karya menjadi nilai lebih, yang darinya setiap orang dapat menafsirkannya secara arbitrer, mengambil manfaat atau bahkan terinspirasi dari amatan atas karya seni yang sedang diamati.

Pendeknya, ia merupakan media perenungan, yang berangkat dari wilayah praktik, namun sekaligus berjarak dari area pragmatik.

Upaya menyampaikan gagasan dan cita rasa estetik yang ingin dicapai perupa, salah satunya adalah bagaimana sebuah karya seni memberi dampak terhadap audiennya, paling tidak mengetuk pikiran oleh apa yang dirasa ketika penetrasi itu sedang berlangsung.

Audien secara langsung atau pun tidak  memproyeksikan persepsi dan imajinya dalam kaitannya dengan visual dan keterhubungan konsep dibaliknya.

Dari sini audien memiliki gambaran dan sinyal menangkap pesan atas karya tersebut.

“Kelompok Andefinisia” yang digawangi oleh perupa Mahdi Abdullah merupakan salah satu kelompok yang ikut aktif menggerakkan dan akan mewarnai peta seni rupa.

Kegiatan pameran ini merupakan bagian dari “Bulan Mei sebagai Bulan Menggambar Nasional” yang diharapkan dapat diapresiasi secara luas oleh public penikmat seni rupa di Yogyakarta dan Indonesia pada umumnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini