TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah Citayam Fashion Week booming, peragaan busana jalanan ini pun mulai menjalar ke berbagai kota.
Setidaknya ada 4 kegiatan serupa yang dilakukan di berbagai daerah dan kota. Semisal, Braga Fashion Week di Bandung; lalu Kayutangan Street Style di Malang; aksi fashion show di kawasan Cibadak, Sukabumi; dan fashion show dadakan dalam rangka memperingati hari jadi ke-1.272 Kota Salatiga.
Meski menimbulkan kontroversi, banyak pula yang mengapresiasi kreativitas anak bangsa itu.
Mulai dari pesohor, pejabat, menteri hingga Presiden Joko Widodo mendukung kegiatan positif kreativitas anak bangsa tersebut.
Demikian pula dengan founder Italian Fashion School (IFS) yakni Diora Agnes dan Paska Ryanti turut mengapresiasi kreativitas peragaan busana jalanan itu.
Pengelola sekolah fashion berbasis di Jakarta ini menyebut, adanya kegiatan Citayam Fashion Week yang digelar di Dukuh Atas, Jakarta yang lalu menjalar ke berbagai daerah itu memunculkan sesuatu yang positif, setidaknya masyarakat luas kini sadar akan fashion.
“Tentu kegiatan ini akan berdampak positif kepada industri fashion khususnya kepada produk-produk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang ikut terdongkrak penjualannya karena kegiatan tersebut,” tutur Diora yang merupakan CEO PT Modesta Desain Indonesia yang membawahi IFS di Jakarta, Kamis (28/7/2022).
Diora menuturkan, kegiatan Citayam Fashion Week yang merupakan peragaan busana di jalanan bukanlah sesuatu yang baru di industri fashion.
Untuk menyebut contohnya, tak perlu merujuk ke peragaan busana Harajuku di Jepang yang fenomenal itu, desainer senior Indonesia, Itang Yunasz sudah melakukannya di Kawasan Blok B, Pasar Tanah Abang pada 2015.
Akan tetapi, kata Diora, berbeda dengan pekan mode yang dikenal sebagai Citayam Fashion Week itu, peragaan busana baik Harajuku di Jepang maupun yang digelar Itang Yunasz memiliki tujuan dan tema yang jelas. Juga karya-karya busana yang diperagakan.
Baca juga: Deretan Artis yang Dukung Citayam Fashion Week, Termasuk Yuni Shara dan Paula Verhoeven
Itang Yunasz, misalnya, waktu itu mengusung tema Puspa Ragam Andalas yang menampilkan busana muslim dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan waktu itu.
“Begitu pula di Harajuku, Jepang yang mengusung mode busana jalanan atau dikenal sebagai street fashion atau street style yang mulai berkembang pasca-Perang Dunia II. Mode ini awalnya muncul perpaduan dari gaya lokal dan asing sehingga memunculkan keunikan tersendiri. Ini yang belum muncul dalam Citayam Fashion Week beberapa waktu ini,” kata Diora.
Dalam dunia fashion, kata Diora, street fashion itu lebih dikenal sebagai street style dan ini merupakan fenomena pada abad ke-20, walau selama ini ada dan menjadi bagian dari budaya masyarakat.
Berbeda dengan mode fashion arus utama, street fashion cenderung lebih merujuk kepada individu dan tidak sepenuhnya mengikuti trend fashion yang ada. Mode fashion jalanan itu lantas membantu seseorang menunjukkan identitas mereka sebagai bagian dari masyarakat umum dan suburban yang memanfaatkan mode subkultur.