Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto
TRIBUNENWS.COM, JAKARTA - Kemudahan akses informasi di era digital, misinformasi di media sosial terutama mengenai kesehatan kulit dan estetika di satu sisi membantu masyarakat awam untuk dapat jawaban saat memempunyai masalah kulit.
Sementara di sisi lain, kemudahan akses ini menjadi masalah serius saat informasi yang diyakini benar di media sosial ternyata salah, bukan pendapat pakar yang kompeten.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (Perdoski) Indonesia, Dr dr Hanny Nilasari Sp.D.V.E., Subsp. Ven., FINSDV, FAADV mengakui, masih cukup banyak masyarakat awam yang percaya apa yang yang ada di media sosial, padahal tidak bisa dipertanggungjawabkan.
"Fakta ini membuat Perdoski tergerak bersama pihak lain untuk memberikan informasi yang benar sehingga peran dokter menjadi semakin krusial, terutama meluruskan berbagai misinformasi di media sosial," kata Hanny saat peluncuran Labore Skin Educator and Research Empowerment di Jakarta belum lama ini..
Dikatakannya, Perdoski, sebagai organisasi yang terus beradaptasi dengan tren digital, telah membentuk tim media sosial khusus untuk memperkuat peran anggotanya sebagai edukator kesehatan kulit.
"Melalui akun resmi Perdoski dan media sosial para dermatologist yang terpilih memastikan edukasi yang disampaikan selalu berdasarkan etika kedokteran, bertanggung jawab, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat," katanya.
Ditambahkannya, program Skin Educator and Research Empowerment menunjukkan pentingnya bekerja sama dengan organisasi yang menaungi seluruh dokter spesialis kulit dan kelamin di Indonesia dengan Labore.
"Dalam era digital bahwa konten edukasi publik mengenai kesehatan kulit harus dilakukan secara bertanggung jawab dan sesuai dengan etika kedokteran," kata Hanny.
Stephanie Lie, Masstige and Advanced Beauty Marketing Senior Group Head ParagonCorp mengatakan, di tengah banyaknya edukasi beauty yang beredar, sering kali masyarakat bingung memilih mana yang benar dan dapat dipercaya.
Stephanie mengundang dermatologist dalam naungan Perdoski dan researcher dari universitas terkemuka dalam program Skin Educator and Research Empowermen seperti dr. Danar Wicaksono dan Sp.DVE, Claudia Christin, MBBS, Ph.D, dosen Universitas Airlangga seperti Prof. Dr. dr. Cita Rosita Sigit Prakoeswa, Sp.DVE (K), FINSDV, FAADV menjadi jajaran expert yang menaungi program ini sebagai Skin Advisory Board.
"Para expert ini berasal dari berbagai subspesialisasi yang diundang untuk berkolaborasi dalam meningkatkan jumlah expert yang mengadvokasi dan menyebarkan konten edukasi, serta memastikan pesan yang disampaikan relevan, kredibel, dan mudah dipahami oleh masyarakat luas," kata Stephanie Lie.
Program ini, kata dia bertujuan memberdayakan para skin expert untuk menjadi edukator kulit yang lebih aktif di media sosial, menyebarkan informasi yang benar dan berbasis sains kepada masyarakat luas.