News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

BRIN: Waspadai Dapil Tak Cerminkan Representasi Beragam

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Polhuk Hankam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Moch Nurhasim menyoroti soal adanya perdebatan soal jumlah kursi di tingkat DPR RI pada Pemilu 2024, mendatang.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Polhuk Hankam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Moch Nurhasim menyoroti soal adanya perdebatan soal jumlah kursi di tingkat DPR RI pada Pemilu 2024, mendatang.

Tentu, hal ini berkaitan adanya penambahan jumlah provinsi baru di Indonesia. Yakni, 3 Daerah Otonomi Baru (DOB) di Provinisi Papua.

Nurhasim mengatakan, bahwa perdebatan ini tentu terkait bagaimana mekanisme pembagian daerah pemilihan (Dapil) pada Pemilu, mendatang.

Baca juga: Siti Zuhro: Politik Uang di Pemilu 2024 Tidak Mungkin Hilang, yang bisa Dilakukan Mengurangi

Hal itu disampaikan Moch Nurhasim saat dialog bertajuk 'Berebut Kursi Parlemen Melalui Penataan Dapil dan Alokasi Kursi' yang dibawakan oleh Arief Budiman dan Hadar Nafis Gumay secara virtual di studio Tribun Network Jakarta, Rabu (26/10/2022).

Nah ini memang jadi perdebatan 575 (kursi), itu kira-kira menghitungnya dari mana. Kita ini kan selalu tidak punya argumentasi awal ketika menetapkan jumlah anggota DPR 400, 500 sampai dengan 575," kata Nurhasim.

Menurutnya, penentuan jumlah ideal dari pembagian kursi DPR RI perlu menjadi perhatian serius. Karena, anggota dewan yang menjadi perwakilan daerah apa sudah sesuai dengan repersentasi jumlah warganya.

Baca juga: Penyebab Penataan Dapil Masih Belum Ideal, Ini Penjelasan BRIN

"Katakanlah kalau misalnya jumlah penduduknya itu katakan 250 atau 270 juta, itu kira-kira mau dihitung berapa," terangnya.

Selain problem argumentasi jumlah kursi, Nurhasim menyebut bahwa fondasi yang penting sebenarnya bukan hanya soal jumlah kursi. Karena, soal jumlah bisa diperdebatan.

Tetapi sebenarnya, jumlah kursi ini menjadi representasi siapa? Pasalnya, jika menggunakan sistem proporsional berarti menggunakan representasi orang.

"Tapi kita ini enggak pernah clear ya, enggak pernah clearnya begini, ada representasi orang ada representasi darah, DPD. tapi DPD-nya enggak kuat. DPD nya hanya simbol karena kewenangannya lemah, tapi proses untuk mencapai kursi itu sangat sulit, sangat besar," ucapnya.

Ia lantas menceritakam soal pengalaman Prof. Jimly Asshiddiqie yang ingin maju sebagai anggota DPD RI. Dimana, Prof. Jimly harus memperoleh 600-700 ribu suara.

"Di beberapa tempat ada yang 1 (kursi), sekian juta pemilih. Tapi ini tidak punya ini (kewenangan)," katanya.

Untuk itu, menurutnya, perlu adanya penataan bukan saja sekedar jumlah, tapi juga ini representasi. Tentu, representasi yang sifatnya proporsional.

Baca juga: Masa Reses di Dapil, Legislator PDIP Ini Serap Aspirasi Warga 20 Desa di Jawa Barat

"Jadi orang mewakili orang, kalau dulu di dalam prinsip daerah pemilihan itu harusnya yang mewakili itu orang yang pernah domisili di situ. Di Pemilu 99 itu pernah diterapkan itu karena daerah pemilihan itu mengambil sebagian prinsip distrik, makanya orang itu minimal pernah domisilitis itu supaya tahu supaya tidak, tetapi ini kan kemudian ditarik menjadi urusan pusat, semuanya ditentukan oleh urusan pusat," paparnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini