Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota KPU RI Mochammad Afifuddin setuju dengan desakan delapan parpol yang menolak sistem proporsional tertutup dan meminta KPU untuk netral.
Diketahui sebelumnya delapan partai politik (parpol) parlemen yang menolak sistem proporsional tertutup juga ingin agar KPU menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Afifuddin mengatakan sebagai penyelenggara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan terus menjalankan proses pemilu 2024 dengan bersikap netral.
"Setuju kalau itu. Dari sisi kita sih menjalankan saja peraturan yang ada," kata Afif kepada awak media di Kantor KPU RI, Jakarta, Senin (9/1/2022).
Baca juga: KPU Masih Proses Penyusunan Peraturan tentang Sosialisasi Parpol di Luar Masa Kampanye Pemilu 2024
Lebih lanjut, Afif juga menegaskan terkait sistem proporsional tertutup yang sebelumnya sempat dilontarkan oleh Ketua KPU Hasyim As’ari di mana ucapannya tersebut bukanlah bersifat dorongan melainkan sebuah penjelasan.
"Refleksinya yang disampaikan pak ketua itu kan menjelaskan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi. Dianalogikan dengan verifikasi partai, seluruh partai Senayan kan enggak di verifikasi faktual atas putusan MK, kan begitu. Jadi nggak ada kecondongan ke kanan kiri lah," tambahnya.
Lebih lanjut, hal senada dilemparkan oleh Anggota KPU RI Idham Holik saat dihubungi.
Dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu Serentak 2024, kata Idham, KPU harus melaksanakan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 3 huruf d UU No. 7 Tahun 2017 juncto Pasal 6 ayat 3 huruf a Peraturan DKPP RI No. 2 Tahun 2017.
"Berkepastian hukum adalah salah satu prinsip penyelenggaraan Pemilu. Implementasi prinsip tersebut bersifat imperatif dalam mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang profesional," kata Idham.
Sampai saat ini ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 168 ayat 2 UU No. 7 Tahun 2017 masih efektif berlaku.
Dalam ketentuan tersebut, sistem pemilu legislatif di Indonesia adalah sistem proposional dengan daftar terbuka.
Baca juga: 6 Kelebihan dan Kelemahan Pemilu dengan Sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup Menurut Pengamat
Teks norma Pasal 168 ayat 2 UU No. 7 Tahun 2017 berbunyi: Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
"Selanjutnya dalam konteks prinsip berkepastian hukum dalam penyelenggaraan Pemilu, apapun yang akan menjadi materi amar Putusan Mahkamah Konstitusi nanti, sebagai penyelenggara Pemilu wajib melaksanakannya," lanjut Idham.
Hal ini sesuai dengan norma yang terdapat dalam Penjelasan Pasal 10 Ayat (1) UU No. 8 Tahun 2011 yang berbunyi:
Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding).