TRIBUNNEWS.COM - Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menolak tawaran untuk menjadi calon wakil presiden (Cawapres) pasangan Ganjar Pranowo.
Penolakan ini dijawab setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan wacana Prabowo cocok dampingi Ganjar Pranowo dalam kontestasi Pemilu 2024.
Prabowo tak mau berandai-andai dengan adanya wacana duet di antara keduanya ini.
Pasalnya, menurut Prabowo, saat ini posisi Partai Gerindra cukup kuat.
Sehingga tak mungkin ia mempertaruhkan partainya demi dapat menjadi pasangan Ganjar Pranowo.
Baca juga: Dasco Pastikan Surat Pengunduran Diri Sandiaga Uno Sudah di Tangan Prabowo Subianto
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menilai penolakan Prabowo Subianto soal tawaran menjadi cawapres Ganjar Pranowo merupakan tamparan bagi pihak-pihak yang ingin mendegradasikannya.
“Prabowo menegaskan posisinya sudah dicapreskan Partai Gerindra dan partainya kini sudah kuat."
"Prabowo dengan jawaban itu ingin mengatakan dirinya ada di level capres,” kata Jamiluddin, Senin (24/4/2023).
Menurut Jamiluddin, lewat penolakan itu Prabowo menegaskan bahwa partainya sangat kompetitif untuk mengusung dirinya sebagai capres.
Gerindra diyakininya dapat bersaing dengan PDIP pada Pileg dan Pilpres 2024.
Baca juga: Momen Idulfitri, Prabowo Ziarah ke Makam Ayahnya Soemitro Djojohadikusumo di TPU Karet Bivak
“Karena itu, tawaran dirinya (Prabowo) untuk menjadi cawapresnya Ganjar dapat dinilai sebagai penghinaan. Hal itu tidak hanya pada dirinya, tapi juga kepada partainya."
“Kepada dirinya, seolah-olah posisi Prabowo dinilai dibawah Ganjar."
"Padahal elektabilitas mereka bersaing ketat. Bahkan belakangan ini elektabilitas Prabowo lebih tinggi daripada Ganjar,” lanjut Jamiluddin.
Selain itu, Gerindra juga akan merasa terhina bila Prabowo hanya dianggap layak sebagai cawapres.
Padahal, elektabilitas Gerindra juga cukup tinggi.