TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah bersyukur Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pemilu dengan sistem proposional tertutup.
Menurut Fahri, putusan itu menunjukkan hakim MK memahami esensi dari demokrasi, bahwa sistem terbuka merupakan keniscayaan dalam demokrasi.
"Kita bersyukur bahwa akhirnya para hakim kita memahami betul dan masih memahami betul esensi dari demokrasi kita bahwa sistem terbuka adalah keniscayaan," kata Fahri Hamzah saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (15/6/2023).
Fahri menyebut, di alam demokrasi sudah menjadi kewajiban masyarakat untuk menegakkan aspek keterbukaan, termasuk dalam pemilu.
Tanpa keterbukaan di dalam memilih pemimpin, kata Fahri, maka tidak akan bisa meminta pertanggungajawaban pemimpin secara lebih transparan dan terbuka.
"Jadi hari ini kita merayakan satu kemenangan dan semoga Mahkamah Konsitusi selanjutnya bisa betul-betul menjadi tidak saja the guardian of the contitution tapi juga the guardian of democracy," pungkas Fahri.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Mahkamah Konstitusi pun membacakan putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait uji materi sistem pemilu proporsional terbuka, Kamis (15/6/2023).
"Mengadili, dalam provisi, menolak permohonan provisi pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan tersebut di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis.
Baca juga: Hakim MK: Sistem Pemilu Terbuka atau Tertutup Tak Pengaruhi Nomor Urut Caleg
Sedangkan, Hakim MK juga menyatakan menolak permohonan para pemohon dengan seluruhnya.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," sambung Anwar Usman.
Dengan demikian, sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka.
MK menegaskan pertimbangan ini diambil setelah menyimak keterangan para pihak, ahli, saksi dan mencermati fakta persidangan.
Hakim pun membeberkan salah satu pendapatnya terkait sejumlah dalil yang diajukan oleh pemohon. Di mana, Hakim berpendapat bahwa dalil yang disampaikan pemohon terkait money politik dalam proses pencalegan seseorang tidak ada kaitannya dengan sistem Pemilu.
Dalam konklusinya, MK menegaskan pokok permohonan mengenai sistem Pemilu tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.