TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi sistem pemilu proporsional tertutup, kini Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mulai merancang regulasi teknis penyelenggaraan pemilu dengan sistem pemilu terbuka.
"Ke depan kami akan mendesain regulasi teknis penyelenggaraan pemilu sesuai dengan sistem proporsional daftar terbuka," kata Anggota KPU RI Idham Holik, Jumat (16/5/2023).
Idham menjelaskan, regulasi teknis ini mengacu pada UU Pemilu, yang sedari awal memang mengamanatkan pemilu menggunakan sistem proporsional terbuka.
Regulasi teknis yang akan diatur di antaranya terkait pemungutan dan penghitungan suara, metode konversi suara menjadi kursi, serta penentuan calon anggota legislatif (caleg) terpilih.
Sebagai informasi, MK menolak permohonan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Mahkamah Konstitusi pun membacakan putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait uji materi sistem pemilu proporsional terbuka, Kamis (15/6/2023).
"Mengadili, dalam provisi, menolak permohonan provisi pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan.
Sedangkan, Hakim MK juga menyatakan menolak permohonan para pemohon dengan seluruhnya.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," sambung Anwar Usman.
Baca juga: Apa Itu Sistem Proporsional Terbuka? Berikut Penjelasan Sistem yang akan Digunakan pada Pemilu 2024
Dengan demikian, sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka.
Sebagai gambaran, dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos partai.
Pemenang kursi anggota dewan adalah calon anggota legislatif (caleg) dengan nomor urut teratas. Sistem yang bertumpu kepada partai ini digunakan sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 1999.
Adapun dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg maupun partai yang diinginkan.
Caleg dengan suara terbanyak berhak duduk di parlemen. Sistem yang menitikberatkan personal caleg ini dipakai sejak Pemilu 2004 hingga Pemilu 2019.