TRIBUNNEWS.COM - Kepala Bakomstra DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra tegaskan, Partai Demokrat tidak akan kembali ke Koalisi Perubahan.
Ia menyebut, tidak ada istilah cinta lama bersemi kembali (CLBK) setelah Demokrat dikhanati saat berada di koalisi.
"Kita move on, tidak ada CLBK. Sudah cukup, jangan sampai pernah dikhianati sekali masih terus menjadi bucin, cukuplah di-ghosting sekali ya," ujar , dikutip dari YouTube Kompas TV, Rabu (13/9/2023).
Namun, hingga kini, Demokrat masih bimbang antara memberi dukungan kepada bakal calon presiden (bacapres) Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto.
Demokrat pun hingga saat ini belum menentukan arah dukungan mereka setelah mencabut dukungan untuk Anies Baswedan.
Tak hanya itu, Demokrat pun menyebut kecil kemungkinan pihaknya membentuk poros koalisi baru.
Lantaran, mengingat sejumlah partai politik sudah menetukan dukungannya untuk mengusung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 nanti.
Baca juga: Said Abdullah Miliki Keyakinan Demokrat Bakal Gabung PDIP Dukung Ganjar Capres 2024
Ditambah lagi, waktu pendaftaran capres-cawapres tersebut hanya kurang dari tiga bulan lagi.
Jadi, jika nantinya akan membuat poros koalisi baru, maka akan mamajukan nama capres baru lagi.
Kendati demikian, Ketua DPP Badan Pembina Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan (BPOKK) Partai Demokrat Herman Khaeron mengungkapkan, Demokrat mempunyai jaringan untuk bisa memberikan kekuatan tambahan jika mau bergabung dengan salah satu koalisi yang ada saat ini.
"Demokrat punya jaringan, Demokrat punya kader, Demokrat punya caleg, Demokrat punya struktur, Demokrat punya elektabilitas."
"Bahkan Mas AHY punya elektabilitas tertinggi sebagai cawapres. Ini menurut saya modal dasar untuk bisa membantu pemenangan siapapun nanti koalisi ke depan," tegasnya.
Jadi, sejauh ini, partai politik yang sudah menentukan sikap politiknya ada NasDem-Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang mendukung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebagai pasangan di Pilpres 2024.
Kemudian Golkar, Gerindra, Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Amanat Nasional (PAN) mendukung Prabowo untuk bersaing dengan Anies dan Cak Imin.
Sementara itu, PDI Perjuangan (PDIP), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Perindo, dan Hanura memutuskan mendukung Ganjar di Pilpres 2024 mendatang.
Demokrat Bicara soal Koalisi
Mengenai koalisi, Kaheron mengatakan, semua dipertimbangkan tetapi paling mungkin adalah berkoalisi, jadi tak hanya berjodoh.
"Atau bisa mengusung bahkan bisa nanti ada dalam kertas suara tapi harus menang. Kalau optimisme menangnya juga tak ada kemudian masih terkendala banyak persoalan waktunya sangat mepet kan pertimbangan utamanya kepada hal yang sangat mungkin saja dulu," jelasnya.
Selain itu, Khaeron juga mengatakan, bahwa untuk berkoalisi pihaknya akan rasional.
"Demokrat berpikir rasional saja karena kalau kemarin mungkin ditanya ketika masih bergabung dengan NasDem dan PKS kami bisa menjawab karena memang merintis dari awal," kata Khaeron.
"Tapi kan sekarang ini masuk dalam koalisi yg sudah terbentuk. Oleh karenanya, berfikir rasional saja."
"Tentu kalau ada ruang yang terbuka dan dibicarakan yang secara rasional tentu itu porsinya Demokrat," ujarnya.
Demokrat Ungkap Keinginan Bertemu Megawati atau Prabowo
Khaeron mengungkapkan, pihaknya punya keinginan untuk bertemu dengan Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri atau Prabowo.
"Sampai saat ini belum ada rencana untuk bisa bertemu. Tapi mudah-mudahan dalam waktu dekat mungkin ada bisa bertemu dengan Pak Prabowo, mungkin dalam waktu dekat ada pertemuan, ya nanti akan dikabarkan," kata Khaeron di DPP Demokrat, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (9/9/2023).
Terpisah, anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Sjarifuddin Hasan alias Syarief Hasan mengungkapkan kemungkinan adanya peluang Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati bertemu.
Kendati demikian, Syarief tak mau berandai-andai mengenai hal tersebut.
"Sangat mungkin (pertemuan SBY dan Megawati)," kata Syarief Hasan saat wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Studio Tribunnews.com, Palmerah, Jakarta, Jumat (8/9/2023).
"Ya saya pikir Insyaallah, kedua pemimpin ini akan pada saat yang tepat akan bertemu," ungkap Syarief.
Pengamat Nilai Demokrat Berpeluang Merapat ke PDIP
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai Demokrat lebih berpeluang bergabung dengan PDIP untuk mendukung Ganjar sebagai capres 2024.
Lantaran, Demokrat dinilai akan sulit merapat ke Gerindra yang mendukung Prabowo karena SBY ketika menjadi Anggota Dewan Kehormatan Perwira (DKP) merupakan salah satu orang yang menekan pemecatan Prabowo.
Diketahui, DKP dibentuk pada 1998 untuk mengusut kasus penghilangan paksa sejumlah aktivis yang menyeret Prabowo selaku Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus saat itu.
Baca juga: Belum Tentukan Sikap, Demokrat Akui Sulit Jika Bentuk Poros Koalisi Baru untuk Pilpres 2024
"Sehingga ini juga sulit dan menjadi beban mental SBY sendiri. Dengan pilihan sulit itu, jika harus berkoalisi maka peluang besarnya ke PDIP, meskipun sebatas pelarian, bukan koalisi yang benar-benar solid dan dari hati," kata Dedi, Senin (11/9/2023).
Dedi pun menjelaskan, dari sisi peluang pun, baik mendukung Ganjar atau Prabowo, potensi AHY menjadi bacawapres sangat minim.
"Dari sisi peluang, kemanapun Demokrat berlabuh tetap minim potensi mengusung AHY sebagai cawapres, termasuk bila berkoalisi dengan PDIP," kata Dedi kepada Tribunnews.com.
"Jadi harus tunduk jika memang ingin berkoalisi. Tetapi, membaca situasi justru Demokrat miliki peluang mengikuti Pemilu tanpa koalisi," ujar Dedi.
Dedi juga menjelaskan, alasan Demokrat tak kunjung mengumumkan arah dukungan karena sistem keputusan tertinggu yang tidak berada di ketua umum.
"Sehingga keputusan penting partai mengacu pada SBY dan SBY termasuk tokoh yang tidak sigap serta tidak taktis," ucapnya.
(Tribunnews.com/Rifqah/Adi Suhendi)