Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mempersilahkan pakar hukum untuk menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan mengenai batas usia Capres-Cawapres.
Hal itu disampaikan Jokowi merespon putusan MK yang mengabulkan gugatan batas usia Capres-Cawapres menjadi minimal 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
"Silahkan juga pakar hukum yang menilainya," kata Jokowi dalam pernyataan persnya yang disiarkan youtube Sekretariat Presiden, Senin (16/10/2023).
Jokowi enggan mengomentari putusan MK tersebut.
Karena menurut Presiden putusan tersebut merupakan kewenangan yudikatif.
Baca juga: Jokowi Buka Suara soal Putusan MK, Singgung Peluang Gibran Maju di Pilpres 2024
Selain itu, ia tidak ingin dianggap mencampuri urusan Mahkamah Konstitusi.
"Saya tidak ingin memberikan pendapat atas putusan MK, nanti bisa disalah mengerti seolah-olah saya mencampuri kewenangan yudikatif," pungkasnya.
Sebelumnya Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedang membangun dinasti politik dengan memanfaatkan kekuasaannya.
Hal ini merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memperbolehkan orang yang berpengalaman menjadi kepala daerah maju sebagai capres dan cawapres meski belum berusia 40 tahun.
Baca juga: Respons Putusan MK Soal Batas Usia Capres-Cawapres, BEM SI: Hari Ini Lahirnya Oligarki Baru
Putusan ini diisukan menjadi karpet merah bagi putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto.
"Kalau menurut saya iya (bangun dinasti politik), karena dia masih menjabat nih," kata Bivitri saat ditemui di Cikini, Jakarta, Senin (16/10/2023).
Bivitri majunya Gibran sebagai cawapres melalui putusan MK merupakan cara yang sangat instan.
"Kalau dalam konteks keluarga Jokowi itu caranya itu yang terlalu instan, yang betul-betul memanfaatkan Jokowi yang masih menjabat," ujarnya.
Dia menjelaskan berbeda bila terkait dengan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.