Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) kembali dibentuk untuk mengusut dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi pascaputusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Satu di antara tiga anggota MKMK yang dipilih adalah eks Ketua MK Jimly Asshiddiqie.
Penunjukkan Jimly sempat jadi sorotan sebab pernah menyatakan dukungan terhadap bakal calon presiden (capres) dari Koalis Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto.
Namun hal itu tak jadi masalah buat Jimly. Ia mengaku biasa saja.
Di samping itu ia juga menegaskan ihwal dirinya juga sudah mengambil sumpah jabatan saat dilantik oleh Ketua MK Anwar Usman, Selasa (24/10/2023) hari ini.
Baca juga: Jadi Anggota MKMK Usut Dugaan Pelanggaran Etik Anwar Usman dkk, Jimly: Tidak Ada Konflik Kepentingan
"Enggak apa-apa, masing-masing ini kan bertiga, sekarang ini kan pendapat umum terbelah tiga. Ada kubu Ganjar, kubu Prabowo, dan kubu AMIN. Biasa saja. Tadi kan sudah ada sumpah jabatan," ujarnya kepada awak media di kawasan MK, Selasa.
Sebagai informasi, Jimly bersama hakim konstitusi Wahiduddin Adamas, dan mantan anggota Dewan Etik MK Bintan Saragih ditunjuk oleh MK untuk menjadi Anggota MKMK.
MKMK kembali dibentuk untuk kedua kalinya pada tahun ini.
Sebelumnya MKMK, diketuai I Dewa Gede Palguna, sempat dibuat pada awal tahun untuk menangani kasus sulap putusan eks hakim konstitusi Aswanto.
Dalam tugasnya mendatang, Jimly mengatakan pihaknya bakal independen dan mengacu pada aturan soal kode etik MK.
Baca juga: MKMK Berencana Periksa Dugaan Pelanggaran Anwar Usman Cs Secara Terbuka
Jimly mengaku tidak mau banyak bicara soal independensi.
Ia mengatakan biar kerjanya dan MKMK nanti dinilai oleh masyarakat.
"Independensi itu enggak usah diomongin, dikerjain saja. Nanti you nilai kalau sudah diputus. Daripada retorika 'inshaallah saya independen', enggak gitu. Etika itu bukan hanya soal retorika, dikerjain saja," ungkapnya.
Sebelumnya, Lembaga kajian demokrasi Public Virtue Research Institute (PVRI) meragukan integritas para anggota MKMK.
Direktur Eksekutif PVRI Yansen Dinata menilai komposisi keanggotaan majelis etik MK saat ini mengandung potensi konflik kepentingan dari sebagian anggotanya. Salah satunya adalah mantan Jimly.
“Jimmly pernah menemui Prabowo pada awal Mei 2023. Dari pertemuan itu, Jimmly pernah mengakui dukungannya kepada Prabowo dalam Pilpres 2024. Salah seorang anak Jimmly, yaitu Robby Ashiddiqie juga merupakan calon legislator Partai Gerindra pimpinan Prabowo,” kata Yansen dalam keterangannya dikutip Rabu (24/10/2023).
Baca juga: Respons Sindiran Mahfud Soal MKMK Bisa Dibeli, Jimly Asshiddiqie: Salah Kutip
Alasan MKMK Dibentuk Pascaputusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023
Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Putusan ini memberi karpet merah untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.
Baca juga: BREAKING NEWS: Anwar Usman Resmi Lantik 3 Anggota MKMK, Jimly hingga Bintan Saragih
Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan akan didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres besok ke KPU RI.
Hingga kemarin, MK telah menerima secara resmi 7 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Aduan tersebut bervariasi, mulai dari melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran, ada yang memintanya mengundurkan diri, ada yang melaporkan seluruh hakim konstitusi, ada yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion), dan aduan yang mendesak agar segera dibentuk MKMK.