TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi isu soal dinasti politik yang menjerat keluarganya.
Sebagaimana diketahui, putra sulung Presiden Jokowi sekaligus Wali Kota Solo, Gibrang Rakabuming Raka, telah dipinang oleh Prabowo Subianto sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres), Minggu (22/10/2023).
Situasi itu menimbulkan beragam reaksi, termasuk tanggapan bahwa terjadi praktik dinasti politik jelang Pilpres 2024 bergulir.
Apalagi, jalan yang membuat Gibran bisa terpilih sebagai bacawapres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) bermula dari campur tangan Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: Respons Jokowi Soal Diri dan Putranya Dilaporkan ke KPK: Itu Proses Demokrasi di Bidang Hukum
Di mana Ketua MK, Anwar Usman, yang merupakan paman Gibran atau adik ipar Jokowi mengabulkan gugatan mengenai batas usia minimal capres-cawapres.
Berkat keputusan MK, Gibran yang belum berusia 40 tahun bisa dicalonkan sebagai wakil presiden karena sudah memiliki pengalaman sebagai pejabat publik, yaitu menjadi Wali Kota Solo sejak 2021 silam.
Namun, Jokowi tak melihat situasi ini sebagai masalah. Ia justru melempar pertanyaan soal dinasti politik dengan menjawab bahwa segala penilaian berada di tangan masyarakat.
"Itu kan masyarakat yang menilai, dan apa dalam pemilihan pun, baik di pilkada, pilihan wali kota, pemilihan bupati, pemilihan gubernur, pemilihan presiden, itu semuanya yang memilih rakyat," kata Jokowi di Jakarta, Selasa (24/10/2023), dikutip dari YouTube Kompas TV.
"Yang menentukan itu rakyat, yang mencoblos itu rakyat, bukan elite, bukan kita, bukan partai, itulah demokrasi" terangnya.
Gibran Dibela Prabowo
Sebelumnya, Prabowo Subianto juga telah memberikan pembelaan kepada Gibran Rakabuming Raka mengenai isu dinasti politik yang tengah menjeratnya.
Menurut Prabowo, politik dinasti tak ada salahnya sepanjang memiliki niat yang baik, yakni berbakti demi bangsa dan negara.
Prabowo pun juga menjelaskan bahwa banyak politisi yang juga melakukan hal demikian.
"Dinasti, semua dinasti Bung. Kita jangan cari yang negatif, cari yang positif," kata Prabowo saat ditemui di Hotel Darmawangsa Jakarta, Senin (22/10/2023).
"Orang ingin berbakti, apa salahnya," tuturnya.
Ketua Umum Partai Gerindra ini pun juga mengaku bahwa dirinya adalah bagian dari dinasti politik.
"Saya juga dinasti. Saya anaknya Soemitro, cucunya Margono Djojohadikusumo, Paman saya gugur untuk Republik Indonesia," jelas Prabowo.
"Kita dinasti merah putih, kita dinasti patriot yang ingin mengabdi untuk rakyat," ucapnya.
Ia pun mempertanyakan mengapa isu tersebut menjadi masalah yang harus diperdebatkan padahal semangatnya mengabdi untuk rakyat.
"Kalau dinasti Pak Jokowi ingin berbakti untuk rakyat kenapa, salahnya apa," kata Prabowo.
Untuk itu, Prabowo mengajak semua pihak berpikir yang positif.
"Jadi berpikir yang baik, berpikiran positif," ujar Prabowo.
Kaesang Singgung Soal Rakyat
Selain Prabowo, Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep, juga mengomentari soal isu dinasti politik yang ditujukan ke keluarganya.
Kaesang berpendapat, semua itu kembali kepada rakyat, karena rakyatlah yang memilih.
"Dinasti politik? Gini katakanlah kemarin Mas Wali Kota (Gibran) nyalon jadi Wali Kota Solo, atau Bang (Bobby) Wali Kota Medan," kata Kaesang, Sabtu (21/10/2023).
"Ini kan mesti nyangkutnya ke situ kan? Nah yang milih siapa? Rakyat kan?" tuturnya.
Komentar tersebut disampaikan oleh Kaesang satu hari sebelum KIM mendeklarasikan Gibran menjadi bacawapres pendamping Prabowo.
Dilaporkan atas Dugaan Nepotisme
Sementara itu, Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Persatuan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) telah melaporkan Presiden Joko Widodo (Jokowi); Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman; Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka; dan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep; ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) pada Senin (23/10/2023).
KPK pun membenarkan telah menerima laporan terkait dugaan kolusi dan nepotisme dalam putusan MK ihwal batas usia minimal capres-cawapres.
"Setelah kami cek, betul ada laporan masyarakat dimaksud. Namun, tentu kami tidak bisa menyampaikan materi maupun pihak pelapornya," kata Juru Bicara KPK, Ali Fikri, dalam keterangannya, Senin (23/10/2023).
"Berikutnya sesuai ketentuan kami lakukan tindak lanjut atas laporan masyarakat dengan analisis dan verifikasi untuk memastikan apakah memenuhi syarat dan menjadi kewenangan KPK," terangnya.
Ali mengatakan peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi sangat dibutuhkan, di antaranya melaporkan dugaan korupsi yang ada di sekitarnya.
Laporan tentunya diharuskan didukung data awal sebagai bahan telaah dan analisis lanjutannya oleh KPK.
Kata Koordinator TPDI
Sebelumnya, Koordinator TPDI, Erick S Paat, menduga terdapat konflik kepentingan dalam putusan uji materi UU Pemilu 7/2017 terkait batas minimal usia capres-cawapres.
Dugaan itu terkait adanya hubungan kekeluargaan antara Jokowi, Anwar Usman, dan Gibran.
"Melaporkan dugaan adanya tadi kolusi, nepotisme yang diduga dilakukan oleh Presiden RI Joko Widodo dengan Ketua MK Anwar, juga Gibran, Kaesang dan lain-lain," kata Erick S Paat di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (23/10/2023).
"Kaitannya bahwa Presiden dengan Anwar itu ipar, karena dia menikah dengan adiknya presiden Jokowi."
"Nah kemudian Gibran anaknya, berarti dengan ketua MK hubungannya sebagai paman dengan ponakan. Kemudian PSI, Kaesang keponakan dengan paman," jelas Erick.
Ia memandang, putusan MK yang membolehkan capres-cawapres berusia di bawah 40 tahun, dengan catatan pernah menjadi kepala daerah adalah kesengajaan.
"Seolah-olah ada unsur kesengajaan yang dibiarkan, dalam penanganan perkara ini."
"Itu yang kami lihat adalah dugaan kolusi nepotismenya antara ketua MK sebagai ketua majelis hakim dengan Presiden Jokowi, dengan keponakannya Gibran, dengan Kaesang," kata Erick.
Oleh karena itu, Erick mengharapkan KPK menerima laporannya. Serta dapat menindaklanjuti dugaan kolusi dan nepotisme tersebut.
"Ini adanya dugaan kolusi nepotisme, gimana mau menegakan hukum."
"Ini berkaitan juga dengan masalah korupsi, tidak akan terjadi kalau pemimpinnya sudah melanggar hukum, siapa yang mau didengar, siapa yang mau dihormati," ujarnya.
(Tribunnews.com/Deni/Galuh Wardani/Erik S/Ilham Rian Pratama)