TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, mengajukan hak angket terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di bawah 40 tahun.
Pengajuan hak angket itu disampaikan Masinton melalui interupsi saat rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (31/10/2023).
Menurutnya, putusan MK terkait usia capres-cawapres itu sebagai tirani konstitusi.
"Putusan MK bukan lagi berdasar dan berlandas atas kepentingan konstitusi, putusan MK itu lebih pada putusan kaum tirani saudara-saudara. Maka kita harus mengajak secara sadar dan kita harus sadarkan bahwa konstitusi kita sedang diinjak-injak," kata Masinton, Selasa (31/10/2023).
Oleh sebab itu, Masinton mengajukan hak konstitusional mengajukan hak angket terkait putusan MK.
"Kita harus menggunakan hak konstitusional yang dimiliki oleh lembaga DPR, saya Masinton Pasaribu anggota DPR RI dari daerah pemilihan Jakarta menggunakan hak konstitusi saya untuk melakukan hak angket lembaga Mahkamah Konstitusi," pungkasnya.
Baca juga: Beragam Reaksi Sikapi Hak Angket MK, Diusulkan PDIP, Didukung Ketua MKMK Hingga Ditolak Gerindra
Lantas, apa itu hak angket dalam DPR?
Hak Angket DPR
DPR memiliki hak terkait pelaksanaan fungsi pengawasan, yakni hak angket, interpelasi, dan hak menyatakan pendapat.
Dikutip dari laman DPR, hak angket adalah hak bagi DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak bagi masyarakat.
Undang-undang/kebijakan pemerintah itu diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Untuk melaksanakan hak angket, syaratnya paling tidak diusulkan minimal 25 orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi.
Selain itu, pengusulan hak anget juga harus menyertakan dokumen yang memuat materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki serta alasan penyelidikan.
Diketahui, usulan bisa menjadi hak angket jika mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota DPR.
Selain itu, ada juga interpelasi yang merupakan hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Baca juga: Diusulkan Masinton PDIP, Ditolak Gerindra, Respons Jimly Soal Hak Angket MK: Ini Masalah Serius
Jadi, kedua hak itu merupakan bentuk pengawasan DPR terhadap lembaga eksekutif.
Sementara itu, Menkopolhukam, Mahfud MD memberikan tanggapan terhadap anggota DPR yang mengajukan hak angket pada MK.
Mahfud MD mengatakan bahwa hak angket itu bisa dilakukan DPR untuk pemerintah.
“Kalau menurut aturan, angket itu untuk pemerintah, tapi silakan saja kan DPR yang punya keinginan tentang siapa yang mau diangketkan,” kata Mahfud, Rabu (1/11/2023) Kompas TV.
Mahfud MD juga menolak mengomentari rencana politisi PDI Perjuangan untuk membuat hak angket kepada MK
“Terserah DPR lah, saya kan tidak boleh mengomentari apa yang mau dilakukan oleh DPR, silakan saja,” lanjutnya.
Sementara itu Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari mengatakan hak angket DPR tidak bisa mengubah putusan Mk soal syarat usia capres dan cawapres.
Meskipun DPR menggunakan hak angketnya, MK melalui putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tetap membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun maju sebagai capres atau cawapres selama memiliki pengalaman sebagai kepala daerah atau pejabat lain yang dipilih melalui pemilu.
"Tidak bisa hak angket DPR serta merta mengubah putusan MK berubah, kan sifatnya final and binding (final dan mengikat),” kata Feri dikutip dari Kompas.com, Kamis (2/11/2023).
Feri mengatakan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak bisa menjadi obyek hak angket DPR.
Sebabnya, hak angket tidak bisa digunakan untuk mengusut lembaga peradilan.
Menurut Feri, lembaga peradilan mana pun bersifat merdeka dan tidak bisa diintervensi lembaga lain.
(Tribunnews.com/Pondra, Igman) (Kompas.com)