TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) yang juga calon wakil presiden (cawapres) Mahfud MD menyerahkan kasus putusan batas usia capres-cawapres ke Majelis Hakim Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Mahfud meyakini MKMK mampu menangani dugaan pelanggaran etik terkait gugatan batas usia capres-cawapres yang dilakukan oleh para hakim MK dengan adil dan demokratis.
"Iya saya mendukung Pak Jimly (Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie) dan para akademisi serta pecinta konstitusi dan demokrasi, agar memutus (perkara) ini dengan sebaik-baiknya, demi keberadaban demokrasi yang demokrasinya itu sehat," ungkap Mahfud MD, Sabtu (4/11/2023), dikutip dari Kompas Tv.
Ia pun memercayakan hal ini kepada MKMK.
Baca juga: Denny Indrayana: Jika MKMK Menunda Penerapan Putusan 90, KPU Harus Minta Gibran Diganti
"Tunggu putusan Pak Jimly sebagai MKMK, kita percayakan dalam sehari dua hari ini mungkin hari Senin atau Selasa paling lambat Selasa (akan diputuskan hasilnya)," jawab Mahfud.
Seperti diketahui, saat ini MKMK tengah melakukan pemeriksaan pada para hakim MK terkait dengan dugaan pelanggaran kode etik atas perkara penetapan putusan terkait batas usia capres-cawapres, di mana MK menerima gugatan yang membuat salah satu cawapres dapat lolos mengikuti kontestasi politik PIlpres 2024.
Di sisi lain, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyebut pihaknya telah memperoleh semua bukti dugaan pelanggaran etik hakim MK.
MKMK akan segera merumuskan putusan tersebut, apakah putusan etik MKMK ini akan mengubah putusan MK mengenai batas usia capres-cawapres atau tidak.
"Sudah selesai semua, tinggal kami merumuskan putusan dan itu butuh waktu, karena semua laporan itu harus dijawab satu persatu," ungkap Jimly.
Baca juga: Pakar Hukum: Putusan MKMK Harus Out Of The Box dan Menggunakan Hati Nurani
Ada Dugaan Kebohongan dan Pembiaran
Sebelumnya, Jimly mengendus adanya dugaan kebohongan yang disampaikan Ketua MK Anwar Usman soal putusan usia capres-cawapres.
Pernyataan itu, disampaikan Jimly ke publik setelah melakukan pemeriksaan terhadap Anwar Usman dan lima orang hakim konstitusi lainnya.
Dijelaskan Jimly, Anwar Usman diduga berbohong soal ketidakhadirannya dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang digelar pada 19 September 2023.
"Tadi ada yang baru soal kebohongan (alasan ketidakhadirannya di RPH). Ini hal yang baru (disampaikan)," kata Jimly, Rabu (1/11/2023).
Jimly mengungkap, ada dua versi alasan Anwar Usman tak ikut serta dalam memutus tiga perkara gugatan soal batas usia capres-cawapres.