News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Jelang Vonis MKMK, Denny Indraya Minta Putusan Tetap Dilaksanakan Meski Nantinya Ada Banding

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Denny Indrayana. Denny Indrayana minta MKMK mengabulkan laporan dugaan pelanggaran etik yang diajukannya, menjatuhkan sanksi etik dan memeriksa putusan 90/PUU-XXI/2023

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana meminta Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) mengabulkan laporan dugaan pelanggaran etik yang diajukannya.

Hal ini disampaikan Denny Indrayana jelang putusan MKMK terkait laporan dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim, yang akan dibacakan, pada Selasa (7/11/2023) sore.

"Harapan dan prediksi saya adalah, satu, MKMK mengabulkan permintaan laporan kami, menyatakan hakim terlapor Anwar Usman melakukan pelanggaran berat dan karenanya diberhentikan dengan tidak hormat," ucap Denny, saat dihubungi, Selasa ini.

Baca juga: Jelang Putusan MKMK, Denny Indrayana Harap Anwar Usman Dipecat dan Putusan MK Perkara 90 Dibatalkan

Kemudian, Denny meminta, MKMK tidak hanya menjatuhkan sanksi etik, tapi juga memeriksa dan menilai putusan 90/PUU-XXI/2023, dengan menyatakan putusan tersebut tidah sah atau batal sesuai dengan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman Pasal 17 ayat 6.

"MKMK, kalau tidak menyatakan sendiri pembatalan itu bisa memerintahkan kepada Mahkamah Konstitusi untuk melakukan pemeriksaan kembali perkara 90 baik langsung atau dengan memeriksa permohonan baru. Dengan tenggat waktu segera 1x24 jam," ucap Denny.

Selanjutnya, Denny meminta putusan MKMK tetap dilaksanakan meskipun nantinya akan ada hakim konstitusi yang mengajukan banding.

"Saya meminta agar putusan tetap dapat dilaksanakan, meskipun ada upaya hukum banding yang dilakukan oleh pihak-pihak yang diberikan sanksi, jadi ini istilahnya uitvoerbaar bij vooraad, putusan tetap dapat dilaksanakan meskipun ada upaya hukum banding," ucapnya.

Sebelumnya, dua Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar, menggugat Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menyidangkan ulang perkara soal syarat batas minimal usia Capres-Cawapres.

Para Pemohon dalam mengajukan uji formiil ini memberikan kuasa kepada Wigati Ningsih dan 11 kuasa hukum lainnya.

"Menyatakan pembentukan Putusan 90/PUU-XXI/2023 yang memaknai Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian dikutip dari situs resmi MK, Senin (6/11/2023).

Baca juga: Pengamat Bilang Putusan MKMK Tidak Akan Gugurkan Putusan Gugatan Usia Capres-cawapres 

Dalam permohonannya, Para Pemohon menyatakan, ada cacat formil dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dimaknai dalam Putusan
90/PUU-XXI/2023.

Hal itu diperkuat oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyatakan terdapat 11 temuan dugaan pelanggaran etik hakim dalam perkara a quo, yakni:

i. hakim yang dinilai punya konflik kepentingan tidak mundur dan memutus perkara;
ii. hakim membicarakan substansi berkaitan dengan materi perkara yang sedang diperiksa;
iii. disenting opinion yang disampaikan dinilai tidak substantif;
iv. publik tahu terlalu banyak soal masalah internal Mahkamah Konstitusi;
v. dugaan pelanggaran prosedur, registrasi dan persidangan yang diduga atas perintah ketua hakim;
vi. lambatnya proses pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, padahal
mekanismenya sudah tertuang di Undang-Undang;
vii. management dan mekanisme pengambilan keputusan dianggap cacat prosedur;
vii. Mahkamah Konstitusi dinilai sudah dijadikan alat politik;
ix. adanya pemberitaan di media yang sangat rinci;
x. ada hakim yang berbohong soal pengambilan keputusan; dan
xi. ada pembiaran oleh delapan hakim lainnya saat Anwar Usman mengambil keputusan padahal posisi Anwar Usman sarat akan conflict of interest.

Selanjutnya, dalam permohonan provisi, Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar meminta MK menunda keberlakukan Pasal 169 huruf g UU Pemilu sebagaimana dimaknai dalam Putusan 90/PUU-XXI/2023.

"Bahwa selain itu, guna mempercepat jalannya perkara sehingga tidak menimbulkan gejolak yang
terus menerus terjadi, mengingat jadwal Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden akan berakhir pada 25 November 2023. Para Pemohon meminta agar perkara ini diadili secara cepat tanpa meminta keterangan DPR, Presiden, serta Pihak Terkait," tulis Para Pemohon dalam Surat Permohonan.

Mereka juga meminta kepada Mahkamah agar perkara ini diperiksa, diadili, dan diputus
dengan tidak melibatkan Ketua MK Anwar Usman yang diduga memiliki benturan kepentingan atau conflict of interest.

Sebagai informasi, dua gugatan judicial review Pasal 169 huruf q UU Pemilu dalam Putusan 90/PUU-XXI/2023 telah didaftarkan ke MK.

Gugatan judicial review tersebut dimohonkan oleh mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama, Brahma Aryana dan gabungan mahasiswa atas nama Ilham Maulana, Asy Syyifa Nuril bersama advokat Lamria Siagian dan Ridwan Darmawan.

Dengan demikian, saat ini terdapat tiga gugatan judicial review syarat batas minimal usia Capres-Cawapres dalam Putusan 90/PUU-XXI/2023. Ketiga pemohon sama-sama meminta Ketua MK Anwar Usman tak ikut mengadili perkara yang mereka ajukan.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini