News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Debat Ketiga Pilpres 2024, Solusi Capres untuk Konflik Laut China Selatan

Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Wahyu Gilang Putranto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Foto yang diambil pada 19 Maret 2014 menunjukkan kapal Penjaga Pantai China (atas) dan kapal pasokan Filipina terlibat dalam stand off saat kapal Filipina berusaha mencapai Second Thomas Shoal di Laut China Selatan yang diklaim oleh kedua negara.

TRIBUNNEWS.COM - Konflik Laut China Selatan menjadi masalah yang dibahas dalam debat ketiga Pilpres 2024, di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1/2024).

Dimulai dari Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo mengungkap gagasannya mengenai konflik Laut China Selatan.

Lalu pernyataan Ganjar mengenai politik luar negeri disambut oleh Capres nomor urut 1, Anies Baswedan dan Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto.

Ganjar menilai pentingnya penyelesaian konflik Laut China Selatan untuk kedaulatan dan keamanan laut bagi Indonesia.

Menurutnya, selama puluhan tahun konflik Laut China Selatan belum menemukan titik temu.

Hal itu, menurutnya juga memiliki potensi risiko yang tinggi lantaran Laut China Selatan melibatkan banyak negara dan berpotensi membenturkan berbagai kekuatan, termasuk Tiongkok.

“DoC [Declaration of Conduct] dan CoC [Code of Conduct] Laut China Selatan selama 20 tahun lebih belum selesai,” ungkapnya dalam debat yang disiarkan live streaming di YouTube KPU.

Karena itu kemudian, dia menggagas agar Indonesia bisa mendorong sebuah “Kesepakatan Sementara” guna meredam konflik meruncing di kawasan tersebut.

Inisiatif ini, katanya, merupakan jalan pintas untuk memastikan keamanan Laut China Selatan.

“Kalau terjadi perang, yang mungkin tidak secara langsung terhadap kita, tetapi dampaknya sangat nyata. Karena itu, Kesepakatan Sementara bisa meredam dan mencegah potensi tersebut,” jelas Ganjar.

“Indonesia bakal dilihat berperan besar,” ungkapnya.

Baca juga: Kapten Timnas AMIN: Anies Bukan Seorang Militer Tapi Kuasai Hankam

Di sisi lain, Ganjar juga mendorong penguatan kekuatan matra laut.

Secara teknis, dia menyampaikan bakal menyediakan kapal-kapal tanker muatan logistik, sehingga menjamin patroli laut bisa secara simultan dan konsisten menjaga kedaulatan.

“Dengan sistem ini, patroli dan kekuatan laut tidak hanya kembali (bersandar), tetapi terus patroli di sana,” katanya.

Dengan perlindungan keamanan serta kekuatan diplomasi itu, Ganjar juga memberikan usulan agar kedaulatan Indoensia atas sebagian Laut China Selatan dipertegas.

“Blok Natuna, harus kita eksplorasi sendiri, ini menegaskan secara nyata kedaulatan kita di sana,” tegasnya.

Langkah lain yang disiapkan Ganjar adalah revitalisasi Asean. Selaku forum regional, Asean yang sejatinya banyak berhadapan dengan China di Laut China Selatan, justru memiliki kompleksitas dalam pengambilan keputusan.

“Karena itu, saya akan mendorong revitalisasi ASEAN ini. Bagaimana pengambilan keputusan di sana tidak rumit,” tutupnya.

Adu Gagasan LCS

Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo, menyampaikan strateginya agar Indonesia bisa berkontribusi dalam menangani konflik di Laut China Selatan.

Ganjar mengatakan ada banyak yang bisa dilakukan Indonesia dalam persoalan itu.

"Yang pertama adalah kita evaluasi perjalanan selama ini bagaimana di Laut China Selatan tidak pernah selesai," kata Ganjar dalam acara debat capres yang digelar di Istora Senayan, Jakarta, Minggu, (7/1/2024).

"Usulan kami sangat jelas. Apa itu? Kesepakatan sementara."

Dia mengatakan kesepakatan sementara itu harus didorong agar Indonesia bisa mencegah sesuatu yang tidak diinginkan .

Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan bersama calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto dan calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo saat debat calon presiden Pemilu 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (7/1/2024). Debat ketiga Pemilu 2024 diikuti tiga capres dengan tema Pertahanan, Keamanan, Hubungan internasional, dan Geopolitik. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

“Kita tahu persis modernisasi peralatan di Tiongkok akan selesai di tahun 2027. Apa artinya? Kalau kita bicara One China Policy, maka seluruh dunia akan mengakui bagaimana peran itu," kata Ganjar.

"Yang kedua, ketika kemudian peran itu menjadi kuat, maka bukan tidak mungkin cerita-cerita potensi terjadinya konflik dengan negara lain akan muncul," ujarnya.

Ganjar mengatakan perang di Laut Cina Selatan, seandainya terjadi, mungkin tidak sampai ke Indonesia. Namun, Indonesia bisa terkena dampaknya.

"Berikutnya bagaiman patroli bisa kita perkuat juga di wilayah Laut China Selatan. Maka kita butuh tanker-tanker terapung yang bisa dipakai untuk tentara-tentara, TNI AL kita, untuk bisa berpatroli sehingga logistiknya menjadi sangat murah," kata dia.

Kemudian, capres nomor 1, Anies Baswedan, menanggapi pernyataan Ganjar.

Anies mengatakan Ganjar tidak pernah sekali pun menyebut kata ASEAN.

“Padahal, kata kuncinya dalam menyeleasaikan persoalan ini adalah ASEAN," ujar Anies.

Anies menyebut Indonesia sebagai pendiri dan negara terbesar di ASEAN harus kembali menjadi pemimpin ASEAN yang dominan.

Dia mengatakan Indonesia harus memimpin ASEAN dalam menghadapi kekuatan di luar ASEAN.

Sementara itu, capres nomor urut 2, Prabowo Subianto, mengatakan keadaan LCS menunjukkan bahwa Indonesia perlu kekuatan yang kuat

“Kita perlu platform untuk patroli. Kita perlu satelit. Kita perlu banyak sekali," kata dia.

"Untuk itu pertahanan harus kita bangun."

Ganjar kemudian menanggapi pernyataan Anies. Dia mengatakan pengambilan keputusan di ASEAN rumit sekali karena harus dengan konsensus

"Kalau kita berbicara LCS kemudian menggalakkan ASEAN, oke itu betul," katanya.

"Proses pengambilan keputusan di ASEAN itulah yang meski kita review sehingga akan bisa lebih cepat."

Kemudian, Ganjar sepakat dengan Prabowo bahwa alutsista harus menjadi prioritas.

Sekilas Kabar Konflik Laut China Selatan

Perairan Laut China Selatan kembali memanas setelah China menuduh kapal militer Filipina melakukan manuver provokasi dengan melanggar batas wilayah perairannya.

Namun tuduhan serius Beijing tersebut dibantah keras oleh Manila.

Juru Bicara Militer Filipina menegaskan, negaranya tidak memprovokasi konflik di Laut China Selatan.

Tuduhan Beijing ini merupakan serangan terbaru di tengah meningkatnya ketegangan ketika kedua negara saling tuding dalam beberapa bulan terakhir atas serangkaian pertikaian maritim, termasuk dugaan China menabrakkan kapal yang membawa panglima militer Filipina pada bulan ini.

“Filipina tidak memprovokasi konflik,” kata Juru Bicara Militer Filipina Medel Aguilar kepada stasiun televisi negara PTV.

“Kami mengikuti hukum internasional dan kami juga menerapkan hukum domestik kami, yang berarti batas wilayah perairan dan zona ekonomi eksklusif kami, tempat kami memiliki hak kedaulatan,” imbuh Medel Aguilar.

Pernyataan tersebut dirilis sehari setelah People's Daily, corong Partai Komunis Tiongkok, menulis bahwa Filipina mengandalkan dukungan AS untuk terus memprovokasi China.

Perilaku sangat berbahaya ini sangat merugikan perdamaian dan stabilitas regional, tambahnya.

Aguilar mengatakan tindakan Filipina tidak akan membahayakan kapal dan pelaut.

Sebaliknya, dia malah menuduh China melakukan manuver berbahaya yang terkadang mengakibatkan tabrakan di laut.

“Merekalah yang melakukan semua pelanggaran,” tambahnya.

Pada hari Selasa, kedutaan besar China di Manila mengatakan Filipina menyebabkan ketegangan dengan mengirimkan pasokan konstruksi ke kapal angkatan lautnya yang dilarang terbang di Second Thomas Shoal.

Baca juga: Indonesia Dorong Pembentukan Code of Conduct di Laut China Selatan Waspadai Eskalasi Ketegangan

“Filipina, yang didukung oleh dukungan eksternal, telah mengesampingkan niat baik dan sikap menahan diri China serta berulang kali menentang prinsip-prinsip dan garis merah Tiongkok,” katanya, mengutip Kementerian Luar Negeri China.

Pada konferensi rutin di Beijing, juru bicara Kementerian Luar Negeri menegaskan bahwa kejadian baru-baru ini "sepenuhnya" disebabkan oleh Filipina yang mengubah posisinya, membatalkan komitmennya, dan dengan sengaja menyebabkan provokasi.

“Kami berharap pihak Filipina akan membuat pilihan yang masuk akal, kembali ke jalur yang benar untuk menyelesaikan perbedaan dengan baik melalui dialog dan konsultasi, dan bekerja sama dengan China untuk mengelola situasi maritim,” kata Mao Ning dikutip Reuters.

Baca juga: Militer Tiongkok Makin Agresif di Laut China Selatan, FSI: Negara ASEAN Harus Solid

Komentar tersebut muncul sebagai tanggapan atas pertanyaan apakah China memiliki batasan mengenai komentar dan aktivitas Filipina.

Filipina secara teratur mengerahkan misi pasokan untuk tentaranya yang tinggal di kapal perang tua yang kandas pada tahun 1999 untuk melindungi klaim maritim Manila.

China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan dengan apa yang disebut sembilan garis putus-putus (nine-dash line) yang tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif negara penggugat lainnya, yaitu Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam.

Keputusan pengadilan arbitrase pada tahun 2016 membatalkan klaim China atas perairan strategis tersebut, yang tidak diakui oleh Beijing.

(Tribunnews/ Chrysnha, Febri)(Kontan/ Barratut Taqiyyah Rafie)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini