Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri mengaku belum menerima laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait diduga adanya transaksi mencurigakan dari para peserta pemilu.
"Sampai sekarang saya belum dapat (laporan dari PPATK)" kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan saat dihubungi, Jumat (12/1/2024).
Meski begitu, Whisnu mengaku akan tetap melakukan koordinasi dengan PPATK untuk menanyakan terkait adanya laporan tersebut.
"Nanti saya koordinasi dengan PPATK," ucapnya.
Baca juga: Menunggu Taji KPK, Bareskrim dan PPATK Usut Transaksi Mencurigakan Caleg dan Politisi
Hal yang sama juga disebutkan oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri yang juga Kasatgas Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Pemilu Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro yang mengaku belum menerima LHA dari PPATK.
Transaksi Janggal
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan adanya Rp 3,5 triliun dana peserta Pemilu yang berasal dari transaksi mencurigakan terkait korupsi di sepanjang 2022 hingga Rabu (10/1/2024).
Sumber ilegal hingga triliunan rupiah itu berasal dari 13 kasus korupsi yang seluruh laporannya telah diserahkan kepada aparat penegak hukum (APH).
"Kasus yang telah diserahkan kepada APH terkait dengan DCT (daftar calon tetap) periode 2022-2024, ada di dalam 13 kasus korupsi kami dengan angka Rp 3.518.370.150.789," ujar Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana dalam acara Refleksi Kerja PPATK Tahun 2023 di Jakarta, Rabu (10/1/2024).
Kemudian selain korupsi, ada pula dana peserta Pemilu Rp 3,1 triliun yang diduga berasal dari 4 kasus perjudian .
Lalu sepanjang 2022 hingga 2024 awal, ditemukan pula dua kasus kejahatan lingkungan yang menjadi sumber pendanaan peserta Pemilu.
Dua kasus tersebut masing-masing terkait illegal mining atau pertambangan ilegal serta terkait perdagangan tumbuhan dan satwa liar (TSL).
Dari illegal mining ada Rp 1,2 triliun yang digunakan untuk membiayai peserta Pemilu.