Menurutnya apa yang dikehendaki publik bukan hanya soal alutsista apa saja yang telah dibeli, melainkan juga arah pembelian alutsista tersebut.
Kata dia, dalam membeli alutsista dibutuhkan perencanaan yang matang.
"Karena tidak ada begitu, akhirnya kita melihat anggaran pertahanan tiba-tiba naik. Besok maus sisa akhir tahun, tambah lagi utang. Kata Bu Sri Mulyani tambah lagi utang, dari 20 miliar USD ditambah lagi 5 miliar USD kalau tidak salah, jadi 25 miliar USD sesuai keterangannya. Ini penting supaya kita tidak dibodohi," ujarnya.
Ia menjelaskan lebih lanjut, terdapat dua skema terkait anggaran pertahanan yakni skema APBN dan skema pinjaman luar negeri.
"Dan semasa pemerintahan Kementerian Pertahanan Pak Prabowo, utang di sektor pertahanan itu tinggi dibanding menteri pertahanan yang sebelumnya," kata dia.
"Utang tinggi, anggaran tinggi, defemce white paper nggak dibuat, target tidak tercapai. Kata Pak Prabowo MEF tidak tercapai 100 persen. Bukan kita yang ngomong. Dia sendiri yang ngomong. Berarti buruk dong? Utang tinggi, anggaran tinggi, target tidak tercapai alasannya covid. Kan yang mengurus covid tidak hanya dia, semua juga mengurus. Jadi menurut saya itu dalih," katanya.