TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada debat calon wakil presiden (Cawapres) pada Minggu (21/1/2024) lalu, program Kementerian Pertahanan soal Food Estate kembali mencuat.
Di mana, program pemberdayaan pangan itu disebut gagal karena tak membawa manfaat. Apalagi, tanaman singkong yang ditanam tak kunjung membuahkan hasil.
Justru, kini Food Estate ditanami jangung. Namun, hal itu menjadi sorotan lantanan lahan Food Estate di Gunung Mas, Kalimantan Timur itu tak digunakan.
Baca juga: Anies, Prabowo, dan Ganjar Geber Jabar di Masa Kampanye Akbar, Ini Survei 3 Capres di Tanah Pasundan
Pasalnya, tanaman jagung ditaman di atas polybag.
Kegagalan soal Food Estate juga diungkapkan oleh Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 Mahfud MD saat debat berlangsung.
Mahfud MD mengatakan program Food Estate yang dicanangkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah gagal.
Bahkan food estate juga merusak lingkungan.
"Tetapi saya tidak melihat pemerintah melakukan langkah-langkah untuk menjaga kelestarian lingkungan. Maka kami punya program petani, di laut jaya, nelayan sejahtera. jangan seperti food estate yang gagal dan merusak lingkungan, yang bener aja, rugi dong kita," kata Mahfud.
Sementara itu, Calon Wakil Presiden (Cawapres) nomor urut 1, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menyatakan, pemerintah telah gagal menghentikan kerusakan hutan dan food estate.
"Sampai hari ini saya setuju dengan Pak Mahfud tidak ada keseriusan dan kesungguhan untuk itu. Bahkan mau menyediakan pangan nasional saja kenapa tidak melibatkan petani, malah juga melakukan penggundulan hutan dan gagal lagi," kata Cak Imin.
"Karena apa, karena tidak melibatkan masyarakat adat setempat juga tidak melibatkan para petani, bahkan merusak keanekaragaman hayati kita," imbuh dia menegaskan.
Menurut Cak Imin, yang menjadi alat ukur dalam mengurangi deforestasi itu adalah melakukan penghijauan atau reforestasi.
Kata dia, terkait dengan penghentian kerusakan hutan dan food estate ini adalah menyoal keberpihakan. Keberpihakan kepada pembangunan yang berbasis keberlanjutan.
Baca juga: Mahfud MD Disarankan Ganjar Mundur Sebagai Menteri Jokowi, Fahri Hamzah: Dia Masih Menikmati
"Kita tidak akan main-main dengan soal ini. Ini soal nasib generasi, prinsipnya satu keadilan. Keadilan ekologi harus satu jangan pernah membiarkan keadilan ekologi ini tidak terjadi laksanakan dengan baik," jelasnya.
Kemudian, Cak Imin mengatakan harus ada keadilan iklim serta keadilan antar generasi termasuk keadilan agraria. Dia menilai, hal tersebut justru tidak dijalankan oleh pemerintah.
"Kedua keadilan iklim, yang ketiga keadilan antar generasi. Komitmen keadilan ini dari termasuk keadilan agraria, keadilan enggak dijalankan sama sekali karena memang apa tidak ada komitmen dan kesungguhan," ungkapnya.
Sehingga dia menilai bahwa jika nantinya pasangan calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar menjadi pemenang dalam kontestasi Pilpres 2024 ini, Cak Imin menjanjikan untuk komitmennya melaksanakan konstitusi dan berpihak pada rakyat.
"Konstitusi sudah ada, anggaran juga punya kemudian undang-undang juga banyak sekali lagi komitmen dan kemauan sungguh serta tidak apa ya terhadap tugas dan tanggung jawab sebagai pemerintah," ungkap dia.
Sementara, Calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, mengatakan bahwa food estate adalah program jangka panjang.
Menurut dia, food estate tidak bisa langsung dihakimi secara cepat hanya dalam sekali hingga tiga kali panen.
"Panen pertama, kedua, ketiga, itu pasti tidak pernah 100 persen. Ini yang petani pasti paham," kata Gibran.
Gibran mengatakan, baru nanti saat panen keenam, ketujuh, kedelapan, akan terlihat hasil dari food estate tersebut.
Ia pun mengakui jika ada food estate yang gagal. Namun, yang berhasil juga ada. Gibran mencontohkan keberhasilan food estate di Gunung Mas, Kalimantan Tengah (Kalteng).
"Saya tegaskan sekali lagi. Memang ada yang gagal, tapi ada yang berhasil juga, yang sudah panen. Misalnya di Gunung Mas, Kalteng. Itu sudah panen jagung (dan) singkong itu, Pak. Cek saja nanti datanya," ujarnya.
Gibran kemudian menyebut bahwa narasi mengenai food estate yang diberikan kepada masyarakat jangan dibungkus dengan ketakutan.
Dia paham bahwa pasangan calon nomor urut 1 dan nomor urut 3 kompak mengatakan food estate adalah program gagal.
Namun, jangan sampai warga diberi berbagai narasi yang menakutkan. Narasi yang dibagikan harus dibalut dengan optimisme.
"Intinya adalah warga jangan diberikan narasi-narasi yang menakutkan. Kita harus optimis. Bapak-bapak ini adalah calon-calon pemimpin, harus optimis. Jangan memberikan narasi-narasi yang menakutkan kepada warga dan masyarakat," jelas Gibran.
Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran membantah proyek food estate di Gunung Mas, Tewai Baru, Kalimantan Tengah (Kalteng) merusak lingkungan.
Dia menyebut tuduhan tersebut tidak benar.
Komandan Tim Komunikasi TKN Prabowo Gibran, Budisatrio Djiwandono mengatakan proyek food estate yang dibuat di atas lahan di Gunung Mas merupakan lahan bekas area hutan produksi.
"Saya tegaskan mengenai tuduhan-tuduhan bahwa lahan di Gunung Mas ini merusak lingkungan, ini saya katakan tidak benar karena berbeda kondisi riil. Kita udah evaluasi, lahan yang ada di Gunung Mas adalah lahan eks area hutan produksi," kata Budisatrio, Senin (22/1).
Dia menuturkan hutan eks area hutan produksi yang dibangun proyek food estate juga bukan lahan produktif. Sebelum dibangun proyek food estate, lahan itu merupakan lahan kering dan semak belukar.
"Area hutan produksi ini yang kita temukan merupakan lahan tidak produktif, komposisi mayoritasnya adalah lahan kering semak belukar dan pohon-pohon vegetasi kecil dengan diameter di bawah 50 cm," katanya.
Di sisi lain, Politikus Gerindra itu menyebut bahwa proyek food estate di lahan tersebut juga telah mendapatkan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Area lumbung pangan yang izinnya udah dberikan oleh KLHK sekitar 6 ribu hektar ini area yang mengelilimgi adalah areal-areal kawasan yang juga merupakan area hutan produksi ada beberapa HTI/hutan tanaman industri maupun juga perkebunan sawit," katanya.
"Bahwa izin dari KLHK ini saya terangkan adalah kawasan hutan ketahanan pangan KHKP itu secara administrasi pemberian izin KHKP udah melalui proses pemberian evaluasi izin yang melingkupi aspek lingkungan hidup juga dokumennya DPLH," tutupnya.
Budisatrio mengatakan proyek food estate di Gunung Mas, justru mengalami perkembangan. Bahkan, dia sempat memeriksa datang langsung ke lokasi lumbung pangan.
Hasilnya, kata dia, proyek food estate di tempat itu sudah panen sekitar 8 hektar jagung dan 5 hektar singkong.
Sebaliknya, dia pun membantah penanaman singkong untuk menutup kegagalan penanaman jagung.
"Per hari ini sudah tertanam dan sudah akan panen sekitar 8 Ha jagung dan juga 5 Ha singkong. Beberapa waktu lalu ada narasi juga yang menyebutkan bahwa ini adalah lahan yang gagal ini skarang ditanamkan jagung untuk menutupkan kegagalan singkong, tidak," kata Budisatrio.
Dari hasil panen tersebut, kata dia, food estate juga telah menghasilkan 20 ton per hektar singkong dan 6 ton per hektar jagung. Dengan asumsi, adanya 15 persen kadar air.
"Di mana perkiraan produktivitas lahannya atau hasilnya adalah singkong 20 ton per hektare dan jagung sekitar 6 ton per hektare dengan asumsi 15 persen kadar air yang tercantum," katanya.
Lalu, benarkah pernyataan Mahfud soal kegagalan food estate?
Program Food Estate atau lumbung pangan diluncurkan oleh Presiden Jokowi dalam skala besar, di mana sebagian besar merupakan hutan adat, ditandai untuk dikonversi -- sebagian besar untuk sawah dan singkong.
Menteri Pertahanan yang juga Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan dan sejumlah menteri menjadi penanggung jawab untuk membantu program lumbung pangan.
Berdasarkan dokumen Greenpeace, Food Estate dianggap menjadi pemicu permasalahan baru terhadap terjadinya kerusakan lingkungan di Indonesia. Hal ini didasarkan pada studi lapang Greenpeace yang menyatakan kondisi mengerikan di berbagai lokasi ekspansi lumbung pangan yang mengakibatkan kerusakan hutan, lahan gambut, dan wilayah adat di Kalimantan dan Papua.
Jika asumsi Food Estate adalah peningkatan produksi beras, maka sejak tahun 2018-2023 produksi beras terus berkurang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi beras dari tahun ke tahun yakni 59 juta ton pada tahun 2018, 54,6 juta ton pada tahun 2019, 54,6 juta ton pada tahun 2020, 54,41 juta ton pada tahun 2021, 54,74 juta ton pada tahun 2022, dan 53,6 juta ton pada tahun 2023.
Adapun program lumbung pangan yang dilaksanakan mulai 2021 di Gunung Mas dengan luas 31.000 hektare berupa hutan produksi dengan komoditas singkong dan gandum dinyatakan gagal.
Faktor yang menyebabkan kegagalan adalah belum ada skema terkait pembebasan lahan kepemilikan masyarakat, perencanaan program perkebunan singkong masih belum optimal, kurangnya informasi dan tidak ada kajian terkait lingkungan yang komprehensif, tidak ada koordinasi antara Kementerian Pertahanan, Dinas Tanaman Pangan Hortikultura, dan Peternkan Provinsi Kalimantan Tengah.
Kemudian program Food Estate di Humbang Hasundutan, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, dan Pakpak Bharat, Sumatera Utara dengan luas 30.000 hektare pada tahun 2021, lahan agrikultural untuk komoditas bawang merah dan bawang putih juga dinyatakan gagal.
Salah satu penyebabnya adalah kondisi aksesibilitas menuju kawasan Food Estate curam dan masih berbahaya terutama saat musim hujan, tdak melibatkan petani dalam proses pengembangan, dan masih ada persoalan lahan milik warga.
Adapun berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor beras selama tahun 2023 mencapai 3,06 juta ton atau melambung 613,61 persen dari tahun 2022 yang hanya 429 ribu ton.
Komposisi impor beras Indonesia di tahun 2023 didominasi oleh semi-milled or wholly milled rice dengan volume mencapai 2,7 juta ton atau 88,18 persen dari total keseluruhan impor beras tahun 2023. (Tribun Network/ Yuda).