TRIBUNNEWS.com - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal presiden dan menteri boleh ikut kampanye dan memihak pada salah satu pasangan calon (paslon) dalam Pemilu, menuai pro dan kontra.
Lalu, bagaimana kebenarannya? Apakah presiden dan menteri boleh ikut kampanye dan memihak di Pemilu seperti yang dikatakan Jokowi?
Ketua Divisi Teknis KPU RI, Idham Holik, menjelaskan apa yang disampaikan oleh Jokowi itu termuat dalam Undang-undang (UU) Pemilu.
Ia mengatakan, UU Pemilu tak melarang presiden dan menteri untuk berpartisipasi dalam kampanye.
Bahkan, di aturan itu, menyebut pejabat publik tak dilarang ikut kampanye selama tidak menggunakan fasilitas negara dan mengajukan cuti di luar tanggungan negara.
"UU Pemilu, khususnya Pasal 281 Ayat 1, memperbolehkan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota, ikut dalam kegiatan kampanye," jelas Idham, Rabu (24/1/2024), kepada Wartakotalive.com.
"Sebagaimana diatur, di persyaratan itu tidak menggunakan fasilitas (negara) dalam jabatannya. Menjalani cuti di luar tanggungan negara," lanjut dia.
Meski demikian, kata Idham, untuk hal pengamanan menjadi pengecualian.
Ia mengungkapkan, presiden dan menteri masih akan mendapat pengamanan kendati cuti di luar tanggungan negara untuk ikut kampanye.
"UU mengecualikan fasilitas pengamanan, jadi fasilitas itu boleh," ungkap Idham.
Tetapi, Idham enggan berkomentar lebih jauh mengenai pernyataan Jokowi.
Baca juga: Presiden Diduga Dukung Prabowo-Gibran, Pengamat: Yang Ingin Jokowi Netral Cuma Mimpi di Siang Bolong
Ia khawatir, ada conflict of interest atau konflik kepentingan.
Idham mengatakan pihaknya, yaitu KPU, hanyalah sebagai lembaga penyelenggara Pemilu.
Berdasarkan penelusuran Tribunnews.com, ada tiga 'syarat' yang harus dipenuhi presiden, menteri, atau pejabat publik lainnya jika hendak berpartisipasi dalam kampanye.