Kemudian Bivitri juga menyinggung Pasal 282 dan 283 undang-undang yang sama.
Pasal 282 berbunyi: Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikn salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
Pasal 283 berbunyi: (1) Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Sementara keberpihakan Jokowi dinilai menguntungkan peserta Pemilu tertentu, yang dalam hal ini Gibran sebagai anaknya.
Atas dasar itulah, Bivitri menganggap bahwa perbuatan Jokowi sudah melanggar undang-undang, sehingga dapat didorong untuk pemakzulan.
"Sebenarnya kan diatur secaa jelas di Pasal 282 dan 283 bahwa pejabat negara itu tidak boleh melakukan tindakan dan lain sebagainya yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta selama kampanye. Jadi sudah melanggar belum? Sudah. Apakah itu kemudian bisa kita dorong sampai pemakzulan? Menurut saya sih bisa," katanya.
Hanya saja, saat ini bola pemakzulan berada di tangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sementara para anggota DPR, sejauh ini dianggap cenderung pragmatis sebab merupakan politisi yang kerap menimbang-nimbang untung-rugi secara politis.
"Cuma bolanya memang dalam ruang politik formal bukan di tangan kita, tapi di tangannya DPR. Tapi kita tahu tantangannya: semua politisi itu kan pragmatis. Semua ngitung. Kalau saya serang nih Jokowi, saya ruginya apa, saya untungnya apa," katanya.
Sebagai informasi, pernyataan Jokowi mengenai bolehnya Presiden RI berpihak dan berkampanye, disampaikan dalam acara penyerahan Alutsista yang dilakukan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kepada TNI di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu, (24/1/2024).
Menurut Jokowi, hal itu karena setiap orang di negara demokrasi memiliki hak politik.
"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja," ujar Jokowi.
Jokowi menlai bahwa Presiden sebagai pejabat boleh berkampanye. Bukan hanya Menteri, bahkan Presiden sekalipun boleh berkampanye.
"Presiden itu boleh loh kampanye, boleh loh memihak. Boleh," kata Jokowi.
"Boleh, kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masa gini enggak boleh, gitu enggak boleh. Boleh. Menteri juga boleh," katanya lagi.