News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

KPU Tegaskan Presiden Jokowi Wajib Cuti Jika Ingin Kampanye, Istana Beri Respons

Editor: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Jokowi. Menurut Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, siapapun pejabat negara termasuk presiden dan menteri, wajib untuk mengajukan cuti jika hendak mengikuti agenda politik seperti kampanye.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum RI (KPU) merespons soal pernyataan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut kalau presiden boleh memihak dan mendukung pasangan calon tertentu di pilpres 2024.

Menurut Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, siapapun pejabat negara termasuk presiden dan menteri, wajib untuk mengajukan cuti jika hendak mengikuti agenda politik seperti kampanye.

Jika seorang menteri yang kampanye, maka pengajuan cuti itu dilayangkan kepada presiden dan nantinya akan ditembuskan kepada KPU.

"Dan setiap surat yang dibuat para menteri yang akan kampanye, surat izin yang diterbitkan presiden itu KPU selalu mendapatkan tembusan," kata Hasyim kepada awak media saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (25/1).

Sementara, jika presiden yang melakukan kampanye maka harus juga mengajukan cuti kepada dirinya sendiri.

"Dia kan mengajukan cuti. Iya (mengajukan kepada dirinya) kan presiden cuma satu," ujar Hasyim.

Dalam kesempatan ini, Hasyim turut menanggapi terkait dengan pernyataan Presiden Jokowi yang menuai polemik itu. Menurut dia, apa yang disampaikan Jokowi memang ada dalam aturan atau Undang-Undang Pemilu.

Bahkan kata Hasyim, apa yang disampaikan Jokowi memang ada dalam norma dan pasal-pasal yang tertuang dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu tersebut.

"Di UU pemilu kan sudah diatur toh. Apa yang disampaikan pak presiden tuh disampaikan pak presiden itu menyatakan norma yang ada di UU pemilu," kata dia.

Hanya saja, saat disinggung apakah KPU membenarkan apa yang disampaikan oleh Jokowi, Hasyim tidak merespons secara tegas. Dirinya justru mencukupkan pertanyaan-pertanyaan dari awak media.

"Bukan dibenarkan, apa yang disampaikan pak presiden itu ketentuan di pasal pasal UU pemilu, uu nya memang menyatakan begitu," tukas Hasyim.

Baca juga: Setelah Presiden Jokowi, Kini Ibu Negara Iriana Dikritik Soal Pose 2 Jari

Pihak Istana melalui Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan bahwa banyak yang salah mengartikan pernyataan Presiden tersebut. Menurutnya pernyataan Jokowi itu disampaikan untuk menjawab pertanyaan dari media mengenai adanya menteri yang ikut berkampanye.

"Pernyataan Bapak Presiden di Halim, Rabu 24/01/2024, telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang Menteri yang ikut tim sukses," kata Ari.

Ari mengatakan dalam menjawab pertanyaan media tersebut, Presiden Jokowi lalu menjelaskan mengenai aturan main dalam berdemokrasi bagi Menteri maupun Presiden.

Presiden memaparkan bahwa sebagaimana diatur dalam pasal 281, UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, bahwa Kampanye Pemilu boleh mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, dan juga Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

"Artinya, Presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam UU," katanya.

Meskipun demikian ada sejumlah syarat bila Presiden akan ikut berkampanye. Di antaranya tidak menggunakan fasilitas negara dan harus mengajukan cuti.

"Tapi, memang ada syaratnya jika Presiden ikut berkampanye. Pertama, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan yang berlaku. Dan kedua, menjalani cuti di luar tanggungan negara," katanya.

Ari mengatakan dengan dibolehkannya Presiden berkampanye, maka Presiden pun diizinkan memiliki referensi politik pada partai atau pada pasangan Capres-Cawapres.

"Artinya Undang-Undang Pemilu juga menjamin hak Presiden untuk mempunyai preferensi politik pada partai atau Pasangan Calon tertentu sebagai peserta Pemilu yang dikampanyekan, dengan tetap mengikuti pagar-pagar yang telah diatur dalam UU," katanya.

Baca juga: Gibran Santai Respons Pose Dua Jari Ibu Negara Iriana: Hal Biasa 

Menurut Ari apa yang disampaikan Presiden Jokowi bukan merupakan hal baru. Aturan mengenai sikap Presiden dalam Pemilu sudah ada dalam UU Pemilu. Selain itu Ari mengatakan dalam sejarah Pemilu setelah reformasi, Presiden Presiden sebelumnya juga memiliki referensi politik. Bahkan mereka ikut berkampanye.

"Presiden-presiden sebelumnya, mulai Presiden ke 5 dan ke 6, yang juga memiliki preferensi politik yang jelas dengan partai politik yang didukungnya dan ikut berkampanye untuk memenangkan partai yang didukungnya," katanya.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) angkat bicara terkait adanya pandangan bahwa sejumlah Menteri ikut berkampanye memenangkan salah satu pasangan Capres-Cawapres, padahal menteri tersebut bukan bagian dari tim pemenangan atau Parpol.

Menurut Presiden setiap orang di negara demokrasi memiliki hak politik. "Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja," kata Jokowi usai menyaksikan penyerahan sejumlah Alutsista yang dilakukan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kepada TNI, di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu(24/1).

Baca juga: Presiden Jokowi Terancam Dilaporkan ke Bawaslu hingga Penuhi Syarat Pemakzulan

Menurut Presiden sebagai pejabat boleh berkampanye. Bukan hanya Menteri, bahkan Presiden sekalipun boleh berkampanye. "Presiden itu boleh loh kampanye, boleh loh memihak. Boleh," kata Jokowi.

"Boleh, kita ini pejabat publik sekaligus pejabat politik, masa gini nggak boleh gitu nggak boleh, boleh menteri juga boleh," imbuhnya.

Menurut Presiden yang paling penting adalah saat berkampanye tidak menggunakan fasilitas negara.

"Itu saja yang mengatur, itu hanya tidak boleh menggunakan fasilitas negara," pungkasnya.(Tribun Network/fik/riz/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini