TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kedeputian hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo – Mahfud MD mengingatkan bahwa aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) berbasis teknologi yang digunakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pemilu 2024 kali ini rawan kelemahan dan kejanggalan pada proses input data.
Temuan TPN itu berdasarkan simulasi yang dilakukan penyelenggara Pemilu, yang jika tidak dikoreksi akan menjadi persoalan serius.
Pernyataan itu disampaikan Wakil Deputi Hukum TPN Firman Jaya Daeli dan Wakil Direktur Eksekutif Kedeputian Hukum TPN Finsensius Mendrofa dalam konferensi pers di Media Centre TPN, Cemara, Jakarta, Senin, 12 Februari 2024.
Dimoderatori Direktur Eksekutif Komunikasi, Informasi, dan Juru Bicara TPN Tomi Aryanto, Firman dan Finsensius hadir bersama Direktur Penegakan Hukum dan Advokasi TPN Ifdhal Kasim dan Anggota Eksekutif Direktorat Penegakan Hukum dan Advokasi TPN Ricardo Simanjuntak.
“Hari ini kami datang ke Bawaslu untuk menyampaikan laporan dari TPN, terkait pemilihan presiden yang intinya sangat ditentukan oleh pemungutan dan penghitungan suara. Sementara dalam berbagai simulasi terdapat penyimpangan yang harus segera diperbaiki, karena kita menganut asas ‘one person, one vote, one value’,” jelasnya.
Firman mencontohkan, dalam simulasi penghitungan suara secara konvensional, paslon 01 mendapat 93 suara, paslon 02 meraih 93 suara, dan juga paslon 03 memperoleh 93 suara.
Namun, saat diinput dalam aplikasi KPU terjadi perbedaan signifikan, misalnya paslon 01 tetap di 93 suara, tapi 02 menjadi paslon 97 suara, sementara paslon 03 justru turun jadi 92 suara.
“Itu baru di satu tempat. Jika tak diperbaiki, hal ini jadi masalah serius yang berdampak pada kualitas pemilihan umum kita yang seharusnya bersandar dan berbasis pada kejujuran,” tegasnya.
Baca juga: Apa Itu Sirekap? Aplikasi yang Bisa Digunakan Publik untuk Akses Data Penghitungan Suara di TPS
Firman menekankan, persoalan ini tidak hanya menguntungkan atau merugikan pasangan calon tertentu, tapi panggilan nurani TPN hadir untuk menyelamatkan hak-hak konstitusional rakyat.
“Yang rugi adalah rakyat. Dalam kenyataan sesungguhnya, misalnya ada rakyat yang tidak menjatuhkan pilihan tapi karena ada manipulasi, maka suara satu paslon bisa bertambah. Mari kita rawat dan jaga seluruh proses demokrasi kita yang kalau tidak diproses bisa jadi preseden buruk dalam demokrasi kita,” urainya,
Finsensius menambahkan fakta yang sama dari hasil simulasi Sirekap bahwa terjadi kenaikan perolehan suara di paslon 02 dan pengurangan suara di paslon 03.
“Berdasarkan bukti simulasi adanya kelemahan di aplikasi Sirekap ini, kami beharap bisa menjadi atensi dan bahan investigasi Bawaslu RI. Karena bisa dibayangkan dampaknya jika persoalan ini terjadi saat penghitungan suara dan penginputan oleh petugas KPPS. Di seluruh Indonesia ada 850 ribu TPS, jadi kalau terjadi 2-3 penambahan suara saja, ada berapa juta suara yang bertambah karena kelemahan aplikasi SIrekap ini,” jelasnya.
Kedeputian Hukum TPN Ganjar-Mahfud telah melaporkan persoalan kelemahan aplikasi ini kepada Bawaslu dan mengajukan tiga permohonan.
Pertama, agar Bawaslu menaruh atensi dan melakukan investigasi.
Kedua, agar Bawaslu turut serta dalam pengawasan secara langsung seperti adanya kajian tim Teknologi Informasi berkaitan dengan aplikasi ini.
Ketiga, dilakukan uji coba simulasi antara KPU dengan Tim Pemenangan Ganjar - Mahfud.
“Kami sudah mendapat tanda terima laporan dari Bawaslu dan kami juga punya bukti hasil simulasi berkaitan adanya penambahan suara di salah satu paslon dan pengurangan di salah satu paslon. Kami punya bukti di berbagai simulasi,” paparnya.