TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengakui proses pemungutan suara ulang (KPU) di Kuala Lumpur, Malaysia bakal berlangsung ribet.
Hal itu disampaikan oleh Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari di kantornya, Senin (26/2/2024).
Hasyim menjelaskan keribetan itu terjadi dalam proses pemutakhiran data ulang bagia daftar pemilih tetap (DPT), daftar pemilih tambahan (DPTb), dan daftar pemilih khusus (DPK).
"Nah pertanyaannya ribet (rumit), enggak? Pasti ribet," kata Hasyim kepada awak media.
Hasyim menyatakan tak hanya kali ini PSU dilakukan. Dalam pemilu sebelumnya PSU pernah dilakukan karena terkendala situasi Covid-19.
"Pernah pada waktu Pilkada Nabire oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Nabire di 2020 dalam situasi covid dan pernah juga pilkada di Sampang, Madura. Seingat saya itu Pilkada serentak 2018," ujar Hasyim.
"Kalau enggak salah yang Mahkamah Konstitusi waktu itu membuat penilaian bahwa daftar pemilihnya tidak valid dan kemudian dan pilkada harus diulang, dimulai pemutakhiran data pemilih," ia menambahkan.
Secara teknis pelaksanaan untuk PSU, KPU sudah menyiapkan rancangan sebagaimana rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Menjadikan DPT sebagai dasar pemutakhiran data adalah salah satunya.
"Nanti setelah ada data itu, kemudian kita kroscek dengan daftar hadir untuk pemilu metode TPS, baik itu daftar hadir pemilih TPS yang berasal dari DPT, DPTb, maupun DPK," tuturnya.
Sebagai informasi, KPU RI bakal melakukan PSU di Malaysia dengan meniadakan metode pos. Berarti dalam prosesnya, PSU di Malaysia hanya menggunakan dua metode: pencoblosan di tempat pemungutan suara (TPS) dan metode kotak suara keliling (KSK).
Peniadaan metode pos ini sejalan dengan saran Bawaslu kepada KPU. KPU berharap pihaknya dapat menyelesaikan PSU tepat waktu sebelum batas akhir rekap nasional dan penetapan hasil pemilu nasional pada 20 Maret.
Baca juga: Sosok Siti Aftamari, Caleg DPR RI Raih Suara Tertinggi di PKS Meski Meninggal Dunia Sebelum Pemilu