TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan untuk sebagian pengujian aturan mengenai ambang batas parlemen (parliamentary threshold) empat persen, Kamis (29/2/2024).
Alhasil, MK mengamanatkan norma Pasal 414 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang ambang batas parlemen perlu segera dilakukan perubahan sebelum Pemilu 2029 digelar.
Putusan itu lantas mendapatkan respons dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Kebangkitan Nusantara (PKN).
Ketua DPP PPP, Achmad Baidowi, menyebut hal ini harus diakomodasi dalam revisi Undang-Undang (UU) Pemilu.
"Ya putusan MK itu menjadi setara dengan konstitusi harus diikuti. Tentunya ya nanti ketika revisi Undang-Undang Pemilu putusan MK itu harus menjadi rujukan," kata Baidowi saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis.
Meski begitu, mengenai putusan tersebut, PPP tidak pada posisi menyambut baik atau tidak.
Namun, menurut pria yang akrab disapa Awiek itu, yang terpenting putusan MK tersebut harus dipatuhi semua pihak.
"Karena sudah menjadi putusan sebuah lembaga peradilan ya kita hormati apa pun itu," terangnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum PKN, Gerry Habel Hukubun, menyambut baik putusan tersebut.
Dia menilai Pasal 414 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 2017 bertentangan dengan asas keadilan dan hak konstitusional baik perorangan maupun partai politik.
"Saya setuju dengan keputusan MK tersebut," kata Gerry kepada Tribunnews.com, Kamis.
Baca juga: MK Hapus Ambang Batas Parlemen 4 Persen, Rommy PPP: Kemenangan Kedaulatan Rakyat
Gerry berpendapat ada dua alasan mengapa ketentuan ambang batas parlemen harus dihapus.
Pertama, beberapa partai politik yang tak lolos ambang batas parlemen sejatinya mempunyai calon anggota legislatif (caleg) yang perolehan suaranya memenuhi sebagai anggota DPR RI.
"Namun akhirnya digugurkan. Bisakah Anda bayangkan berapa banyak suara hak konstitusi rakyat Indonesia yang percayakan dan diamanatkan ke caleg tersebut akhirnya hangus begitu saja. Apakah ini memenuhi unsur asa keadilan?" paparnya.
Kedua, ketentuan itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Kesimpulan saya mengatakan bahwa ambang batas empat persen ini hanya upaya partai-partai yang berada di parlemen untuk membatasi masuknya partai-partai non-parlemen selama ini," ucapnya.
Putusan MK
Sebelumnya, MK menyatakan norma Pasal 414 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 182 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024.
Sementara pasal tersebut konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya.
"(Konstitusional bersyarat di Pemilu 2029 dan berikutnya) sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan," ucap Ketua MK Suhartoyo dalam sidang putusan di gedung MKRI, Jakarta Pusat, Kamis.
Oleh sebab itu, dengan berlakunya putusan ini sejak dibacakan, MK mengamanatkan norma Pasal 414 ayat (1) UU 2/2017 tentang ambang batas parlemen perlu segera dilakukan perubahan dengan memerhatikan secara sungguh-sungguh beberapa hal, antara lain, yaitu:
1. Didesain untuk digunakan secara berkelanjutan
2. Perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau presentase ambang batas paremen dimaksud tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem pemilu proporsional terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR
3. Perubahan harus ditempatkan dalam rangka mewujudkan penyederhanaan partai politik
4. Perubahan telah selesai sebelum dimulainya tahap penyelenggaraan Pemilu 2029
5. Perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilihan umum dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna termasuk melibatkan partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR.
(Tribunnews.com/Deni/Fersianus Waku/Chaerul Umam/Ibriza Fasti Ifhami)